“Kala pemuda
berusia 60 tahun, separuh usianya telah habis oleh tidur di gelap malam.
Seperempat usianya melintas tanpa diketahui, apakah berjalan ke kanan ataukah
ke kiri. Seperempat usianya yang lain ditelan sakit, uban dan repot mengurus
keluarga.” –Ali bin Abi Thalib
Usia manusia dilalui
tanpa disadari telah melewati banyak waktu. Kalau kemarin dirasa masih
bermain-main dengan teman sekolah, sekarang sudah bekerja, mungkin lusa sudah
bermain dengan cucu. Meskipun bertahun-tahun, tapi kalau diingat-ingat, rasanya
peristiwa yang sudah dilalui seperti belum lama terjadi.
Waktu kematian
seorang manusia tidak ada yang mengetahui, semakin bertambahnya usia, sebanding
dengan berkurang waktu yang dimiliki di dunia. Artinya, sudah banyak waktu yang
dilalui daripada yang belum dijalani. Walaupun tiap orang memiliki ‘jatah’
usia yang berbeda.
Dalam khazanah
Islam, usia manusia dibagi menjadi empat periode. Pertama, periode kanak-kanak
atau thufuliyah. Kedua, periode muda atau syabab. Ketiga, periode dewasa atau
kuhulah, dan keempat, periode tua atau syaikukhah.
Menurut Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah, periode kanak-kanak adalah saat anak mulai lahir sampai
baligh. Periode kedua, yakni usia muda dimulai dari baligh sampai orang
tersebut berusia 40 tahun. Sedangkan periode dewasa dimulai ketika umur 40
tahun sampai 60 tahun. Terakhir, periode tua yakni usia 60 tahun sampai
seterusnya.
Masa kanak-kanak
banyak dilalui dengan masa bermain, atau bisa dikatakan pada masa ini menjadi
awal mula seorang anak perlu diberi pondasi (pendidikan) yang baik. Masa
kanak-kanak merupakan masa meniru, perlu diberikan contoh yang tepat pada
periode pertama ini.
Pada periode
kedua, masa muda adalah masa mencari jati diri. Dimasa-masa ini, akal anak muda
belum terbentuk secara matang. Anak muda masih menggunakan egonya untuk
menjalankan apa yang menjadi kehendaknya. Peralihan menjadi dewasa terjadi pada
periode ini.
Kematangan atau
kedewasaan seorang terjadi pada periode ketiga. Periode ini dikatakan bahwa
seorang telah mencapai kedewasaan secara fisik, mental, intelektual, emosional dan
spiritual. Berbeda dengan periode sebelumnya, dalam Islam, periode ini memiliki
perhatian khusus.
Allah SWT
berfirman:
“Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang tua ibu
bapak-nya, ibunya mengandungnya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila telah dewasa dan umurnya
sampai empat puluh tahun ia berdoa: ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada
ibu-bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal shaleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sehingga aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri.’” (Al Ahqaaf: 15).
Periode terakhir
atau keempat ialah ketika manusia sudah mendekati akhir masa hidup di dunia.
Pada periode ini, seorang akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan-nya. Waktu
yang sudah semakin habis, menjadi pertimbangan terpenting untuk segera merubah
ke arah yang lebih baik.
Rasulullah SAW
bersabda:
“Seorang hamba
Muslim bila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah akan meringankan hisabnya
(perhitungan amalnya). Jika usianya mencapai enam puluh tahun, Allah akan
memberikan anugerah berupa kemampuan kembali (bertaubat) kepada-Nya. Bila
usianya mencapai tujuhpuluh tahun, para penduduk langit akan mencintainya. Jika
usianya mencapai delapan puluh tahun, Allah menetapkan amal kebaikannya dan
menghapus amal keburukannya. Dan bila usianya mencapai semblan puluh tahun,
Allah akan menghapus dosa-dosanya yang telah lalu dan dosa-dosanya yang
belakangan, Allah juga akan memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya,
serta Allah akan mencatatnya sebagai ‘tawanan Allah’ di bumi’”. (HR.
Ahmad).