Pengalaman
menulis novel horor yang merupakan pelatihan
menulis yang pertama kali Saya ikuti. Pelatihan ini berbeda dengan pelatihan
menulis yang sering di adakan, karena mengambil tema menulis horor. Ketika
pertama kali liat TL @bukune tentang
menulis horor kelas #5, tanpa berfikir panjang langsung mendaftar. Padahal Saya belum baca lokasi
dimana dan ternyata ahhh Jogja. Jarak Temanggung-Jogja bukan menjadi halangan
dan Sabtu itu Saya sudah merayakan Hari Raya Idul Adha, maklum tidak ikut Pemerintah jadi perayaan lebih awal, hal ini
pun tidak menjadi kendala.
Kelas #5 menulis
edisi horor ini akan di isi oleh Penulis Ruwi Meita dan Host Bara. Ruwi Meita
merupakan penulis besar yang sudah menghasilkan banyak karya, buku yang terbaru
berjudul kamera penghisap jiwa. Kesempatan ini tentunya tidak Saya sia-siakan untuk
menimba ilmu dari penulis yang sudah sangat berpengalaman dan “memiliki nama”. Tentunya dengan host yang asyik dan cerdas membuat kelas #5 ini menjadi hidup.
Sungguh pengalaman yang menyenangkan, terima kasih untuk @kopdarfiksi, Ruwi Meita dan @benzbara, semoga
dikelas berikutnya masih bisa ikut.
Dari yang
disampaikan oleh Ruwi Meita akhirnya Saya tahu bagaimana
teknik menulis horor tanpa hantu. Selama ini horor selalu identik dengan hantu,
ternyata tanpa hantu pun kita bisa membuat buku horor dan pembaca ketakutan,
minimal memberi efek kejut terhadap pembaca.
Satu lagi ilmu
sakti yang Saya dapat dari diskusi dengan Ruwi Meita adalah bagaimana
memunculkan rasa takut yang dapat dituangkan dalam sebuah tulisan. Teknik
termudah menulis horor adalah memunculkan rasa takut yang kita miliki. Tapi
tidak semua orang dapat memunculkan rasa takut apabila sudah terbiasa dengan
penampakan dan fenomena mistis lainnya. Berikut adalah beberapa yang perlu
diketahui sebelum menulis novel horor:
1.
Novel horor identik
dengan Ketakutan dan Tragedi
Dalam
penulisan novel
horor bisa menulis tentang kehidupan yang menakutkan dan berakhir tragis atau
menulis tentang banyak kematian yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Bisa juga
mengambil dari urban legend yang
beredar di masyarakat. Contoh: Di RS.Dr Soet*m* memunculkan kisah hantu suster
gepeng atau suster m*ri* yang mengalami kematian karena tergencet lift.
(sengaja saya samarkan namanya karena ketika menulis ini leher seperti ada yang
mencekik dan mati listrik)
2.
Selama memiliki rasa
takut, masih bisa menulis horor.
Dari
ketakutan yang kita rasakan sendiri menjadi modal awal untuk menulis novel
horor. Tingkat ketakutan yang dimiliki seseorang berbeda-beda, seorang penulis
harus mampu memberi efek takut kepada pembaca.
3.
Memunculkan lima elemen
horor dalam novel.
a. Ketakutan
b. Suspense
c. Surprise
d. Misteri
dan,
e. Teror
Tips menulis novel
horor ala Ruwi Meita:
1. Mencari
ide yang luar biasa atau unik.
What
if bisa menjadi pondasi dalam penulis novel
horor, hal ini akan membuat pembaca merasa terpancing atau penasaran dengan apa
yang akan terjadi. Contoh: apa yang terjadi jika bayanganmu hidup dan
menguasaimu. atau game yang membawa
pelakunya berujung bunuh diri.
2. Buatlah
outline yang matang.
-
Gambaran plot tersusun
dengan jelas dan mudah dimengerti ketika memulai penulisan, secara singkat
dapat menjelaskan alur cerita.
-
Bisa menggunakan
imajinasi atau membayangkan memutar film dikepala tentang sebuah fenomena.
-
Mempertahankan tulisan
yang logis meskipun imajinasi tidak dibatasi. Tulisan yang logis dapat diterima
oleh pembaca tanpa melebih-lebihkan suatu kejadian dalam cerita.
3. Temukan
monstermu sendiri.
-
Menciptakan monster
baru atau tokoh yang masih fresh akan
menarik minat dari pembaca untuk menelusuri jalannya cerita.
-
Apabila mampu
menggambar dapat mempermudah pembaca mengenali monster atau tokoh yang ada
dalam cerita.
-
Monster yang baru bisa
berwujud ketakutan dasar manusia tanpa memunculkan hantu.
-
Contoh: seorang tokoh
mengadopsi anak dari panti asuhan yang berusia lima tahun, ternyata anak
tersebut orang dewasa yang mengalami gangguan pertumbuhan dan merupkan seorang
psikopat.
4. Tokoh
utama selalu dalam kondisi yang sulit.
Tempatkan tokoh utama dalam
jalannya cerita selalu dalam posisi yang sulit, salah langkah dan tidak
mempunyai pilihan yang bagus, apabila tokoh utama dihadapkan pada lubang ynag
mencekam maka tidak punya pilihan lain selain masuk ke lubang tersebut.
5. Pilih
setting yang mendukung.
Latar belakang tempat-tempat yang
angker dan dikenal masyarakat tempat yang menyeramkan akan mendukung jalannya
cerita menjadi lebih menakutkan. Pembaca akan membayangkan tempat tersebut ketika membaca, dengan informasi
yang sudah diketahui tentang keangkeran suatu lokasi. Contoh: Lawang Sewu Semarang.
6. Deskripsikan
alur cerita dan kejadian dengan baik.
Penulis harus mampu mendeskripsikan
kejadian dengan baik dan mudah dimengerti oleh pembaca, karena deskripsi yang
baik akan menentukan ketegangan. Penulis bisa menggunakan gambarang dari lima
panca indera yang dimiliki manusia, meliputi: mata untuk penglihatan, tangan
untuk peraba, telinga pendengaran, hidung untuk penciuman dan lidah untuk rasa
atau pengecap. Contoh: tokoh mencium bau anyir darah ketika memasuki lorong di
rumah sakit.
7. Show dont tell
-
Tell:
memunculkan perasaan takut yang amat mendalam atau memunculkan rasa kesedihan
sehingga pembaca ikut merasakan yang di alami oleh tokoh dalam cerita.
-
Show:
menggambarkan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita secara berkelanjutan,
perasaan yang di alami tokoh saling berkaitan. Contoh: dia menelan ludah yang
terasa pahit dikerongkongan, saat tubuhnya merakan getaran yang semakin menjadi
dan jantung semakin berdetak kencang.
NB:
Tips
memunculkan rasa takut bagi penulis:
-
Mengingat pengalaman
menakutkan.
-
Melihat film-film
horor.
-
Mengunjungi
tempat-tempat yang menyeramkan.
-
Melihat suatu peristiwa
yang tragis.
-
Mencari tahu cerita
atau fenomena menakutkan yang sedang heboh di masyarakat.
-
Mewawancarai orang lain
untuk mengetahui rasa takut yang pernah di alami.
0 comments:
Post a Comment