Malam
kian larut, lalu lalang kendaraan sudah jarang, tenda kaki lima di ujung jalan
mulai di bongkar pertanda jam 00:30.
Tetesan air masih turun dari celah eternit teras Toko Cempaka yang berlubang di
makan jaman, daun basah pun memantulkan sinar kekuningan dari lampu teplok
satu-satunya penerangan yang Mbok Minah bawa.
Hari
ini hujan datang lebih awal, adzan magrib berkumandang langit sudah menjatuhkan
berkah. Sebagai penjual nasi jagung di malam hari, datangnya hujan berdampak
sepi terhadap kehadiran pelanggan. Sepanjang malam ini langit enggan menghentikan
hujan.
“Mungkin
laut sudah dangkal, airnya di kirim ke Temanggung” begitulah pikiran janda tua
yang sudah uzur di bumi. Tidak tahu pasti berapa usia yang di miliki sekarang.
Berkah Sang Hyang Widi membuat Mbok Minah masih memiliki tenaga untuk bekerja.
Ketika
pegawai kecamatan menanyakan tahun kelahiran dalam proses pembuatan e-ktp,
beliau hanya mampu menjawab “kata biyung, aku lahir saat Nippon mulai
masuk dusun mencari Londo”.
Di
usia yang sudah senja, semangat beliau tidak pudar. Bekerja untuk menghidupi
dirinya sendiri dan membantu perekonomian keluarga Slamet anak bungsu beliau. Tak
jarang anak sulung yang bernama Suranti, juga sering meminjam uang untuk biaya sekolah
anaknya di STM. Alasan demi cucu membuat beliau tanpa ragu memberikan uang
hasil dagangan bercampur dengan modal. Entah untung atau rugi, selama bisa
berangkat ke emperan toko untuk berdagang, beliau merasa senang.