Dipelajaran SD telah diajarkan bahwa
Indonesia memiliki dua musim, penghujan dan kemarau. Penghujan artinya waktu
air turun dari langit yan terbentang, sedangkan kemarau adalah ketika air tidak
turun dari langit dalam rentang waktu tertentu.
Proses turunnya hujan adalah naiknya uap
air dari lautan karena suhu panas dari matahari. Uap air akan terbawa oleh
angin dalam bentuk awan, pada lokasi tertentu perbedaan suhu yang lebih rendah
akan mengumpalkan uap air menjadi tetesan yang jatuh ke bumi dan manusia
menyebutnya hujan.
Manusia sering mengeluh ketika musim
kemarau yang panas menyengat, “air sumur sudah habis, kapan turun hujan”,
sedangkan manusia yang lain “kenapa tidak hujan saja biar sejuk”. Banyak
keluhan dan umpatan yang muncul dari mulut manusia ketika panas tidak kunjung
hujan.
Ketika hujan datang manusia bersorak
gembira, aroma khas tanah basah oleh hujan dihirup manusia, anak-anak ramai
pergi ke halaman maupun parit sekedar bermain air, itik dapat menggunakan
kakinya untuk berenang kembali, sawah-sawah mulai penuh dengan air, dedaunan
mulai segar kembali dan manusia yang lain mengucapkan “Alhamdulillah, hujan
turun, berkah dari Alloh”
Namun ketika hujan turun setiap hari,
manusia mulai mengeluh. Cucian tidak kunjung kering, sepatu kotor tiap sampai
dikantor, mobil dan motor belepotan kotoran, ikan dikolam hanyut, dagangan jadi
sepi, tanaman disawah terendam, sungai meluap masuk kepermukiman warga dan
manusia yang lain berucap “kenapa hujan tidak berhenti saja”.
Rasulullah Saw. Bersabda:
“Diantara manusia ada yang bersyukur dan ada
yang kafir karena turun hujan”
Datangnya hujan merupakan berkah dari
Alloh, tanpa air makhluk hidup tidak akan hidup. Kemarau yang berkepanjangan
membuat manusia berharap hujan mulai turun. Namun ketika hujan mulai turun
secara terus menerus, tidak sedikit manusia yang mengeluh. Apakah manusia yang
menentukan hujan? Apakah manusia mampu memprogram cuaca?
Manusia yang lain menjawab “manusia bisa
membuat hujan buatan”.
Memang manusia telah menguasai ilmu
menurunkan hujan buatan, apakah biayanya murah?
Makhluk hidup butuh keseimbangan,
manusia butuh keseimbangan. Ketika manusia lapar dia akan memasukan makanan
kedalam perutnya, setelah sekian lama dicerna, makanan akan dikeluarkan dalam
bentuk kotoran. Artinya manusia butuh keseimbangan, ketika memasukan suatu
makanan, maka juga harus dikeluarkan. Tidak terbayang bagaimana kalo manusia
hanya mampu memasukan makanan tanpa dapat mengeluarkan. Semuanya adalah
keseimbangan melalui suatu proses.
Hujan pun sebuah proses kesimbangan alam
atas kehendak dan kebesaran Alloh Swt. Apa yang terjadi kalau air yang diserap
oleh bumi tidak keluar lagi. Manusia dengan susah payah akan menggali lubang,
sumur, maupun berbagai cara agar air bisa diambil dari perut bumi. Apakah
ketika manusia menggali sumur, membuat lubang, menyedot air tidak membutuhkan
biaya? Apakah tidak ada resiko membuat lubang ke bumi?
Di beberapa daerah usaha membuat lubang
ke bumi guna mencari sumber air ternyata menjadi bencana. Kesalahan dan
perhitungan yang kurang cemat membuat lumpur beserta pasir yang keluar, berbondong-bondong
masyarakat sekitar tempat terjadinya bencana mengungsi. Belum diketahui cara
menghentikan sumber bencana tersebut.
Namun Alloh bermurah hati, menurunkan
air secara gratis melalui proses turunnya air hujan. Cadangan air di
gunung-gunung yang mulai menipis mulai terisi kembali. Air dapat mengalir dari
dataran tinggi kedataran rendah, memiliki banyak manfaat buat makhluk hidup.
Apakah manusia akan mencela kembali dengan turunnya air hujan?
Pikiran yang menarik mengenai hujan. Dan ya; kalau kita dapat menggerap airnya lebih baik? Kita menabung uang untuk ini. Salam dari Jerman.
ReplyDelete