Saturday, March 28, 2015

Bercanda


“Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW tertawa keras hingga kelihatan langit-langit mulutnya, akan tetapi beliau hanya tersenyum.” (Muttafaq alaih)

Tertawa salah satu cara menghilangkan stres yang dialami seseorang. Bercanda membuat seseorang menjadi tertawa, lupa terhadap masalah, penat dan kesedihan yang sedang dialami.  Rasa lelah setelah beraktifitas seketika berkurang saat bercanda dengan keluarga, teman maupun anak kecil yang kita temui dijalan.
Bercanda juga bisa menjadi masalah apabila seseorang tidak dapat menempatkan dirinya dengan benar. Orang yang terlalu banyak bercanda juga dianggap sebagai orang yang tidak serius, bahkan tidak dipercaya orang lain untuk menjalankan amanah.
Lantas bagaimanakah bercanda yang tepat? Dari Abu Hurairah r.a beliau berkata:
Mereka (para sahabat) berkata kepada beliau, wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau bercanda dengan kami. Beliau berkata: ya, akan tetapi aku tidak berbicara kecuali yang benar.” (HR. Ahmad).
Rasulullah sendiri mengajarkan bahwa beliau tidak akan mengucapkan perkataan yang tidak benar, meskipun itu dalam bercanda. Di kehidupan sehari-hari, kita sering bercanda yang kemudian lupa akan kebenaran apa yang diucapkan. Kata-kata yang dikeluarkan untuk memancing tawa dari orang lain.
Nah, kata-kata yang keluar tidak mengandung kebenaran, tidak boleh diucapkan sekalipun dalam bercanda. Terkadang kata yang keluar bisa melukai orang lain, walaupun kata yang diucapkan tidak memiliki niat menyakiti orang lain.
Terkadang beberapa acara dilayar televisi sering menampilkan candaan dari kekurangan fisik salah satu pengisi acara yang terlibat. Bahkan ada juga yang sengaja mengundang penonton di studio untuk naik ke atas panggung hanya untuk dihina kekurangannya. Tawa penonton memang pecah, pembawa acara sukses menghibur penonton. Lantas bagaimana perasaan orang yang dijadikan bahan candaan?
Meskipun yang diucapkan pembawa acara suatu kebenaran, tetapi candaan yang dilakukan dengan bahan kekurangan fisik orang bisa melukai hati orang yang bersangkutan. Hal ini juga tidak bisa dibenarkan, seperti pesan Rasulullah SAW untuk menjaga lisan kita agar selamat di dunia maupun akhirat.
Perhatikanlah berikut ini, diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a berkata:
Ada seorang badui yang bernama Zahir bin Haram, dan Nabi Muhammad SAW suka kepadanya, ia berwajah buruk, suatu hari Rasulullah SAW datang dan mendapatinya sedang menjual barang, lalu Nabi Muhammad SAW memeluknya dari belakang, dan ia tidak melihatnya, maka ia berkata: lepaskan!, siapa ini? Lalu ia menoleh, maka ia tahu bahwa yang memeluknya adalah Nabi Muhammad SAW, setelah ia tah,maka ia tetap menempelkan punggungnya ke dada Nabi Muhammad SAW, lalu Nabi Muhammad SAW berkata: “siapa yang ingin membeli budak?’ Zahir berkata: wahai Rasulullah, saya tidak akan laku, maka Nabi Muhammad SAW berkata: akan tetapi engkau di sisi Allah mahal.” (HR. Ahmad).
Sudah sangat jelas, bahwa apa yang kita lihat secara fisik belum tentu mulia dimata Allah SWT. Orang yang dicemooh sebagai bahan candaan belum tentu hina dibandingkan yang menghinanya. Bisa jadi orang yang bercanda dengan menghina orang lain lebih rendah dimata Allah SWT, meskipun secara fisik orang tersebut nampak lebih baik.



Categories: ,

1 comment: