Thursday, June 25, 2015

Sabar dan Hakekatnya



Ketahuilah bahwa sabar itu berhubungan dengan iman karena kebajikan yang paling utama adalah taqwa, dan taqwa hanya dapat dicapai dengan sabar.” (Khalifah Umar).
Sabar, kata yang sering terdengar ketika mendapati musibah. Bahkan sering diucapkan ‘orang sabar disayang Tuhan’. Sabar bisa menjadi kata yang mudah diucapkan bagi orang lain, akan tetapi bagi si penerima musibah, mungkin berat menjalani.
Dari segi bahasa, sabar berasal dari kata Ash-Shabr yang berarti al-habsu (menahan). Secara syariat, sabar terkait dengan tiga perkara, yaitu: sabar dalam mentaati Allah, sabar dari hal yang dilarang atau diharamkan dan sabar terhadap takdir yang menyakitkan.
Sabar merupakan menahan diri dari mengeluh atau mengadu dengan batas penderitaan dan kesulitan yang dihadapi. Sabar identik dengan bekerja keras, kecewa, menahan rasa, ketakutan, marah, sedih, putus asa dan benci.
Kadar sabar yang dimiliki seseorang berbeda-beda. Semakin besar keimanan yang dimiliki, sifat kesabaran akan lebih besar ketika menghadapi permasalahan. Sering dijumpai orang yang tidak mudah bersabar dalam melakukan apapun, bahkan akan sering cenderung untuk hal terkecil sekalipun.
Allah Swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, mintalah petolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 153).
Menjalankan perintah Allah juga termasuk dalam sabar menghadapi larangan-Nya dan menjauhi maksiat. Godaan syaitan menggerogoti iman begitu kuat, sehingga kemaksiatan akan nampak begitu indah. Segala ibadah akan berubah nampak berat dijalankan apabila syaitan telah menelan habis kesabaran manusia.
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.” (QS. An Nahl: 99).
Tidak sedikit orang lain yang senang dengan musibah yang sedang menimpa seseorang. Sedangkan ketika akan dimintai pertolongan, orang lain akan menolak dengan berbagai alasan.
Allah Swt berfirman:
Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 120).
Marilah bercermin, apakah kita termasuk dalam golongan yang senang melihat orang lain mendapatkan bencana?
Jika jawabannya: Iya. Maka sungguh diri kita masih diliputi rasa dengki dan iri. Diri kita masih menjadikan orang lain sebagai tolak ukur dalam kehidupan dunia. Sepantasnya, orang lain menjadi sebuah motivasi untuk mendapatkan ridha yang lebih baik dari-Nya dalam menyempurnakan keimanan.
Allah Swt berfiman:
Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah) sesungguhnya apa yang ada disisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apa yang disisimu akan lenyap, dan apa yang ada disisi Allah akan kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 95-96).
Sabar dan ridha akan berjalan berdampingan. Artinya orang memiliki sabar, maka dalam dirinya akan terdapat ridha. Orang yang ditimpa musibah, sedangkan dirinya mengetahui bahwa musibah datangnya dari sisi Allah, maka dirinya akan ridha dan menerima untuk berserah diri kepada-Nya.
Rasulullah Saw bersabda:
Ya Allah, aku mohon ridha (dalam hatiku) sesudah keputusan-Mu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajah-Mu dan kerinduan berjumpa dengan-Mu.” (HR. Ahmad).
Agama berperan besar dalam kehendak seseorang untuk bersabar. Menahan timbulnya hawa nafsu yang menyesatkan dapat dibentengi dengan agama. Akan terjadi pertentangan antara kehendak memenuhi hawa nafsu atau mentaati agama. Dalam hal ini terdapat tiga golongan dan keadaan dalam menghadapi hawa nafsu dan mentaati agama, diantara sebagai berikut:
a.    Golongan siddiqin dan muqarrabin
Keadaan golongan orang ini, hawa yang berjaya telah ditundukan. Tidak lain berarti hawa telah kehilangan kekuatan untuk melawan agama. Orang yang semacam ini akan mampu menghadapi berbagai keadaan atau dinamakan al-Zafirin (orang-orang yang berjaya).
b.    Golongan al-Ghafilun
Orang yang masuk dalam golongan ini, adalah mereka yang telah lalai. Kehendak hawa telah mengalahkan agama. Orang yang dalam golongan ini, mengalami keadaan mengikuti kehendak syaitan untuk memenuhi segala hawa yang menyesatkan dan merusak. Artinya, mereka adalah orang-orang yang membeli kehidupan dunia untuk bersenang-senang dan melanggar larangan-Nya.
c.    Golongan mujahiddin
Dalam golongan ini, antara hawa dan agama saling mengalahkan. Keduanya memiliki kekuatan pengaruh sama besar bagi perjalanan hidup manusia. Adakalanya hawa mengalahkan agama. Dilain keadaan, agama mampu mengalahkan hawa. Akan terjadi perguncangan dan pertentangan, sampai manakah amalan baik mampu mengalahkan amalan buruk, atau begitu juga sebaliknya.
Allah Swt berfirman:

Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Tuhanmu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Categories: ,

1 comment:

  1. memang harus sabar.

    Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete