Tuesday, November 18, 2014

Mengejar Hujan...



Dipelajaran SD telah diajarkan bahwa Indonesia memiliki dua musim, penghujan dan kemarau. Penghujan artinya waktu air turun dari langit yan terbentang, sedangkan kemarau adalah ketika air tidak turun dari langit dalam rentang waktu tertentu.

Proses turunnya hujan adalah naiknya uap air dari lautan karena suhu panas dari matahari. Uap air akan terbawa oleh angin dalam bentuk awan, pada lokasi tertentu perbedaan suhu yang lebih rendah akan mengumpalkan uap air menjadi tetesan yang jatuh ke bumi dan manusia menyebutnya hujan.
Manusia sering mengeluh ketika musim kemarau yang panas menyengat, “air sumur sudah habis, kapan turun hujan”, sedangkan manusia yang lain “kenapa tidak hujan saja biar sejuk”. Banyak keluhan dan umpatan yang muncul dari mulut manusia ketika panas tidak kunjung hujan.


Ketika hujan datang manusia bersorak gembira, aroma khas tanah basah oleh hujan dihirup manusia, anak-anak ramai pergi ke halaman maupun parit sekedar bermain air, itik dapat menggunakan kakinya untuk berenang kembali, sawah-sawah mulai penuh dengan air, dedaunan mulai segar kembali dan manusia yang lain mengucapkan “Alhamdulillah, hujan turun, berkah dari Alloh”
Namun ketika hujan turun setiap hari, manusia mulai mengeluh. Cucian tidak kunjung kering, sepatu kotor tiap sampai dikantor, mobil dan motor belepotan kotoran, ikan dikolam hanyut, dagangan jadi sepi, tanaman disawah terendam, sungai meluap masuk kepermukiman warga dan manusia yang lain berucap “kenapa hujan tidak berhenti saja”.

Rasulullah Saw. Bersabda:

Diantara manusia ada yang bersyukur dan ada yang kafir karena turun hujan

Datangnya hujan merupakan berkah dari Alloh, tanpa air makhluk hidup tidak akan hidup. Kemarau yang berkepanjangan membuat manusia berharap hujan mulai turun. Namun ketika hujan mulai turun secara terus menerus, tidak sedikit manusia yang mengeluh. Apakah manusia yang menentukan hujan? Apakah manusia mampu memprogram cuaca?

Manusia yang lain menjawab “manusia bisa membuat hujan buatan”.

Memang manusia telah menguasai ilmu menurunkan hujan buatan, apakah biayanya murah?

Makhluk hidup butuh keseimbangan, manusia butuh keseimbangan. Ketika manusia lapar dia akan memasukan makanan kedalam perutnya, setelah sekian lama dicerna, makanan akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Artinya manusia butuh keseimbangan, ketika memasukan suatu makanan, maka juga harus dikeluarkan. Tidak terbayang bagaimana kalo manusia hanya mampu memasukan makanan tanpa dapat mengeluarkan. Semuanya adalah keseimbangan melalui suatu proses.

Hujan pun sebuah proses kesimbangan alam atas kehendak dan kebesaran Alloh Swt. Apa yang terjadi kalau air yang diserap oleh bumi tidak keluar lagi. Manusia dengan susah payah akan menggali lubang, sumur, maupun berbagai cara agar air bisa diambil dari perut bumi. Apakah ketika manusia menggali sumur, membuat lubang, menyedot air tidak membutuhkan biaya? Apakah tidak ada resiko membuat lubang ke bumi?
Di beberapa daerah usaha membuat lubang ke bumi guna mencari sumber air ternyata menjadi bencana. Kesalahan dan perhitungan yang kurang cemat membuat lumpur beserta pasir yang keluar, berbondong-bondong masyarakat sekitar tempat terjadinya bencana mengungsi. Belum diketahui cara menghentikan sumber bencana tersebut.

Namun Alloh bermurah hati, menurunkan air secara gratis melalui proses turunnya air hujan. Cadangan air di gunung-gunung yang mulai menipis mulai terisi kembali. Air dapat mengalir dari dataran tinggi kedataran rendah, memiliki banyak manfaat buat makhluk hidup. Apakah manusia akan mencela kembali dengan turunnya air hujan?


Categories: ,

1 comment:

  1. Pikiran yang menarik mengenai hujan. Dan ya; kalau kita dapat menggerap airnya lebih baik? Kita menabung uang untuk ini. Salam dari Jerman.

    ReplyDelete