Pada masa
sekarang banyak orang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin. Mereka rela
mengeluarkan uang yang banyak untuk kampanye, bagi-bagi uang, mencari
popularitas, serta untuk membayar konsultan politik. Dibeberapa wilayah di Indonesia,
untuk menjadi lurah ada yang rela mengeluarkan uang hingga ratusan juta rupiah.
Berbeda pada
jaman dahulu, terutama pada masa Rasulullah banyak orang yang tidak mau menjadi
pemimpin. Menurut mereka, amanah menjadi pemimpin memiliki beban yang berat.
Justru pada masa sekarang, orang rela melakukan apa saja asalkan keinginan
untuk menjadi pemimpin tercapai.
Ketika Khalifah
Umar bin Khattab RA, beliau pernah menyita unta milik anak lelakinya sendiri.
Hal ini dilakukan karena beliau mengetahui bahwa unta yang sedang dijual di
pasar tersebut, sering digembalakan di tempat yang terbaik bersama dengan unta
lain milik kaum Muslimin yang diurus oleh Baitul Maal.
Khalifah Umar bin
Khattab RA menganggap bahwa hal ini merupakan penyalahgunaan kekuasaan negara,
unta tersebut bisa digembalakan di tempat yang terbaik disebabkan unta tersebut
milik putra Amirul Mukminin. Oleh beliau, unta yang gemuk tersebut dianjurkan
segera dijual. Putra Amirul Mukminin hanya boleh mengambil pokoknya saja,
sedangkan sisanya menjadi hak Baitul Maal.
Dapat
dibandingkan dengan jaman sekarang, justru banyak pemimpin yang menggunakan
kekuasaan untuk kepentingannya sendiri. Tidak heran apabila anak pejabat akan
lolos dalam seleksi cpns yang jumlah peserta seleksi ribuan orang. Bisa juga
dilihat diberbagai jalan raya, banyak mobil berplat merah digunakan pada hari
libur maupun masuk dipusat perbelanjaan.
Kekuasaan yang
dimiliki juga digunakan untuk menggunakan fasilitas diluar kepentingan
pekerjaan. Padahal apa yang digunakan merupakan uang negara yang berasal dari
rakyat. Andaikata pemimpin menggunakan mobil yang bagus, kenapa rakyat sebagai
sumber uang untuk negara juga tidak diberikan transportasi publik yang nyaman.
Pada masa
pemerintahan yang dahulu, ketika terjadi pergantian periode pimpinan yang baru,
mereka tidak mau menggunakan kendaraan bekas pemimpin sebelumnya. Bukankah
seharusnya pemimpin memakmurkan rakyat sebelum memakmurkan diri sendiri. Rakyat
yang masih kekurangan merupakan tanggung jawab pemimpin. Setiap orang memiliki hak
untuk menuntut kesejahteraan kepada pemimpin yang berkuasa.
Tidak sedikit
pemimpin yang menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi. Sepeser uang
negara yang digunakan untuk kepentingan pribadi sudah termasuk penyalahgunaan
kekuasaan. Setiap pemimpin harus berhati-hati ketika akan bertindak, jangan
sampai ada uang negara yang ikut digunakan karena kepentingan pribadi diluar
tuntutan pekerjaan.
Rasulullah pernah
bersabda, diriwayatkan oleh Abu Dawud yang berasal dari Abu Mas’ud Al-Anshariy,
ketika beliau mengangkat Abu Mas’ud menjadi petugas pengumpul pajak, dengan
perkataan sebagai berikut:
“Hai Abu Mas’ud,
berangkatlah, semoga pada hari kiamat kelak aku tidak akan mendapatimu datang
dalam keadaan pungungmu memikul seekor unta sedekah yang meringkik-ringkik,
yang kau curangi.”
Aku menjawab:
“Jika demikian aku tidak akan berangkat.”
Beliau menyahut:
“Aku tidak akan memaksamu.”
Amanah yang
diemban oleh pemimpin tidak hanya dipertanggung jawabkan di dunia saja, tapi
kelak di akhirat juga akan dimintai pertanggung jawaban. Peradilan di dunia
banyak yang bisa dihindari maupun memberi keringanan kepada pemimpin yang
korupsi, tapi peradilan milik Allah Swt tidak akan bisa dihindari oleh
siapapun.
Jika seseorang
merasa belum mampu menjalankan amanah, akan lebih baik bagi dirinya untuk
menolak kepemimpinan yang diberikan. Besarnya tanggung jawab harus dijalankan
sebaik mungkin, kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan
pribadi.
0 comments:
Post a Comment