Ayu Utami adalah
penulis jenius penghasil karya “besar” yang menambah kekayaan sastra di
Indonesia. Disetiap novel yang telah terbit menggambarkan kecerdasan Ayu Utami
mengolah kata dan mengisahkan alur cerita yang tidak mudah ditebak. Setelah
selesai membaca akan mengetahui bagaimana novel tersebut terbentuk bukan untuk menjadi karya “biasa”, tetapi menjadi karya yang dihasilkan dari riset yang
baik mengenai sejarah, budaya dan pemikiran kritis.
Novel pertama
yang terbit adalah Saman (1998), mendapatkan penghargaan novel terbaik
Dewan Kesenian Jakarta. Saman telah diterbitkan dalam enam bahasa asing, karena
dianggap telah mengembangkan cakrawala sastra Indonesia. Selain itu juga
mendapatkan beberapa penghargaan dari berbagai pihak.
Selain Saman dan
Larung, Bilangan Fu adalah novel karya Ayu Utami yang tidak kalah menarik,
merupakan salah satu novel yang harus dibaca. Novel Bilangan Fu tidak berdiri
sendiri, ada beberapa seri Bilangan Fu yang terbit setelahnya. Seri Bilangan Fu
yang telah terbit meliputi Manjali dan Cakrabirawa (2010), Lalita (2012)
dan Maya (2013). Pembaca dan termasuk saya pribadi selalu menantikan
seri Bilangan Fu berikutnya untuk segera terbit.
1. Bilangan Fu
“..ALAT YANG DIALOGIS
datang dari sifat satria dan wigati. Yaitu sifat-sifat yang tidak memegahkan
diri.” (Hal. 85)
Cetakan pertama
Bilangan Fu terbit bulan Juni, tahun 2008 diterbitkan oleh Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG). Oleh Ayu Utami menamai nafas novelnya “spiritualisme kritis”.
Yaitu, mengangkat wacana spiritual-keagamaan, kebatinan, maupun mistik kedalam
kerangka yang menghormatinya. Buku setebal 537 halaman ini dibagi menjadi tiga
bagian, meliputi Moderisme, Monoteisme dan Militerisme.
Sampul yang
digunakan menggunakan kertas GardaPat 13 Klassica buatan Cartiere del Garda,
yaitu perusahaan yang memiliki sertifikat dari organisasi pelestari hutan
internasional Forest Stewardship Council. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan
bahwa pembuatan kertas tersebut menggunakan bahan-bahan dari hutan yang
dikelola secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Bahan sampul yang
digunakan sesuai dengan isi cerita dalam Bilangan Fu dimana tokohnya merupakan
pecinta alam. Bilangan Fu menceritakan perjalanan Yuda “si iblis”, seorang
pemanjat tebing, Parang Jati “si malaikat” yang mempunyai dua belas jari dan
Marja “si manusia”, bertubuh kuda teji dan berjiwa matahari.
Petualangan
dimulai ketika Parang Jati kembali ke padepokan ayah angkatnya yang bernama
Suhubudi. Tidak jauh dari padepokan ada bukit hitam watugunung yang menjadi
minat bagi pemanjat tebing untuk menaklukannya. Ternyata watugunung tidak hanya
menjadi minat bagi pecinta alam, tetapi menarik perhatian pihak lain untuk
menguasai watugunung.
Yuda yang
mengalami mimpi buruk dan bisikan-bisikan misterius mencoba memecahkan misteri
tersebut. Dengan bantuan Parang Jati, setiap misteri yang akan dipecahkan
ternyata muncul berbagai hal yang tidak terduga.
Suhubudi sebagai
pemilik pedepokan dan guru kebatinan, membimbing tindakan yang dilakukan Parang
Jati dan teman-temannya. Di dalam Padepokan, di wilayah jeron dimana setiap
pengunjung tidak diperkenankan bicara, tetapi berkomunikasi menggunakan
tulisan.
“Dewa itu tidak
pria tidak wanita, tidak berdiri tidak duduk, tidak bangun tidak tidur,
melainkan berada di setiap tempat. Dewa itu adalah Semar.” (Hal. 284)
2. Manjali dan
Cakrabirawa
“Jika
kebetulan-kebetulan terjadi terlalu banyak dan cocok sama lain, apakah kita
tetap percaya bahwa itu adalah serangkaian kebetulan belaka.” –
sinkronisasi, (hal. 18)
Seri Bilangan Fu
yang terbit pertama adalah Manjali dan Cakrabirawa. Dari sampul depan, terlihat
gambar candi yang mirip dengan Candi Sukuh yang ada di Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Mirip juga dengan bangunan peninggalan suku Maya.
Cetakan pertama
terbit bulan Juni, tahun 2010. Novel ini berisi 252 halaman ini dibagi menjadi
tiga bagian, sama dengan novel pendahulunya, Bilangan Fu. Bagian tersebut
terdiri dari Rahasia, Misteri dan Teka-teki.
Sandi Yuda yang
sibuk dengan aktifitasnya, menitipkan pacarnya, Marja kepada Parang Jati. Perjalanan
dimulai ketika Parang Jati dan Marja bertemu dengan Jacques Cherer, seorang
arkeolog dari Perancis. Tujuan kedatangannya adalah untuk menggali situs
purbakala yang berada diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Atas perintah
Suhubudi, Parang Jati berangkat ke situs purbakala yang ditemukan di kaki timur
Gunung Lawu. Dalam perjalanan menuju situs purbakala terjadi obrolan yang
menemukan keterkaitan dengan kejadian lain, begitu juga setelah sampai
di lokasi, terjadi banyak kesamaan peristiwa yang terjadi secara kebetulan.
Marja yang
terlibat dalam misteri yang sedang dipecahkan oleh Parang Jati. Namun kehadiran
Sandi Yuda, membuat kejadian di kaki Gunung Lawu menjadi tidak terkendali.
Sandi Yuda yang datang dengan temannya, ternyata mempunyai maksud lain, bukan
untuk membantu sahabatnya, Parang Jati.
3. Lalita
“Setiap kita
punya sisi gelap, setiap kita punya bayang-bayang.” Lalita.
Seri Bilangan Fu
yang terbit kedua adalah Lalita. Cetakan pertama terbit bulan September, tahun
2012. Berbeda dengan Seri Bilangan Fu sebelumnya, sampul Lalita lebih fokus
pada tumbuhan, yang ditujukan untuk mengenang dan menghormati para pelukis
botani.
Cerita dari novel
setebal 251 halaman ini masih sama dengan sebelumnya, yaitu tentang misteri. Terdiri
dari tiga bagian, diantaranya Indigo, Hitam dan Merah. Candi Borobudur menjadi
latar cerita dalam novel ini. Sandi Yuda yang bertemu dengan Oscar, seorang
direktur Galeri Foto, memperkenalkan Lalita Vistara kepada dirinya. Lalita
adalah sosok wanita kelas atas yang penuh misteri.
Tanpa diduga,
Yuda terlibat dalam kehidupan Lalita. Dan, pada akhirnya Yuda berusaha ingin
mengetahui bukunya yang bersampul kulit warna ungu, buku indigo. Buku tersebut
diwariskan dari kakeknya yang berisi manuskrip, catatan, ilustrasi serta
diagram yang hampir semuanya konsentris.
Ayu Utami juga
memasukan keterkaitan dengan sang penyula, Vlad Dracula. Seorang penyula yang dikenal sadis telah
membantai banyak orang tersebut, dalam novel Lalita diceritakan memiliki
keturunan yang terlibat dalam petualangan sepasang kekasih, Yuda dan Marja,
serta sahabatnya Parang Jati.
Parang Jati yang
selalu tampil dengan penuh ketenangan karena nasihat ayah angkatnya, Suhubudi,
berusaha membantu menyelamatkan nyawa sahabatnya. Marja diajak serta dalam
perjalanan menuju Candi Borobudur, hal ini dilakukan demi keamanan gadis
tersebut.
Sebagai penulis,
Ayu Utami menggambarkan Candi Borobudur dengan detail. Membuat pembaca
seolah-olah terbawa berada dalam komplek candi tersebut. Dengan cerdik, Ayu
Utami memasukan beberapa kejadian nyata kedalam novel Lalita. Alur cerita yang
mengalir membuat pembaca merasa menjadi salah satu tokoh dalam novel tersebut.
4. Maya
“Jika cinta
menempuh jalan yang salah, jangan putus asa terhadap cinta.” Maya.
Novel petualangan
yang ke-empat berjudul Maya, merupakan novel penghubung antara novel Bilangan
Fu, Seri Bilangan Fu dengan novel dwilogi sebelumnya, yaitu Saman dan Larung.
Untuk membaca novel ini akan lebih mudah memahami, apabila sudah membaca
dwilogi, Saman dan Larung.
Novel yang berisi
249 halaman ini, terbit pertama pada bulan Desember, tahun 2013. Maya dibagi
menjadi tiga bagian seperti Seri Bilangan Fu yang lain, diantaranya Kini, Dulu
dan Kelak. Sampul dari Maya, sama dengan Lalita yang menampilkan lukisan
tumbuhan yang ditujukan untuk menghormati para pelukis botani.
“Modernisme
adalah alat untuk memperalat. Takhayul adalah alat untuk diperalat.” (Hal. 186)
Seperti ketika
membaca Manjali dan Cakrabirawa, pembaca akan kembali diajak kemasa sebelumnya.
Dimana, Yasmin yang berusaha menyelamatkan Saman, gurunya ketika masa sekolah
telah diseludupkan keluar negeri. Ketika dirasa kondisi politik di
Indonesia sudah aman, Saman berusaha dikembalikan kembali ke tanah air atas
bantuan Yasmin dan teman-temannya.
Masalah terjadi
saat Saman sudah datang ke Indonesia, yang keberadaanya diketahui oleh pihak
lain. Setelah peristiwa tersebut keberadaan Saman tidak diketahui. Dengan
bantuan Suhubudi, ayah angkat Parang Jati, Yasmin berusaha menemukan keberadaan
Saman.
Justru yang
terjadi di Sewugunung, dalam padepokan milik Suhubudi terjadi berbagai
peristiwa yang melibatkan Yasmin sebagai tamu yang datang dengan tujuan untuk
meminta pertolongan. Parang Jati diminta oleh Suhubudi untuk mengawasi Yasmin
dan anaknya, agar keselamatannya terjaga.
Yang menjadi
latar cerita adalah Candi Prambanan, salah satu candi yang berada di Kecamatan
Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Berbagai teka-teki terjawab
dalam novel Maya ini, membuat pembaca merasa puas diakhir cerita. Tetapi,
pembaca juga akan menjadi tidak sabar menunggu Seri Bilangan Fu berikutnya.
0 comments:
Post a Comment