Matahari
sudah mulai tergelincir ke arah barat, tengah hari sudah lewat. Jam tangan tag
heuer jenis grand carrera menunjukan jarum menit di angka dua. Kaca mata hitam
menghalau terik panas kota ini, kian hari makin panas. Asap hitam mengepul
keluar dari moncong kendaraan besar melaju ke arah barat. Sesuai jadwal, bus
yang ditunggu akan tiba sepuluh menit lagi di halte.
Beberapa
penumpang menutup muka dengan masker, terkadang tangan menjadi senjata untuk
menghalau debu yang berterbangan. Rata-rata penumpang yang menunggu di halte
ini adalah mahasiswi. Disebelah kiri, laki-laki yang berdiri dengan tangan
memegang uang itu dapat dipastikan bukan penumpang. Sedangkan disebelah kanan
bangku besi yang Aku duduki, seorang remaja laki-laki duduk membungkuk menatap
retakan lantai.
Rokok yang
dikenal menggunakan koboi dalam salah satu iklannya, Aku ambil sebatang dari bungkus
yang disimpan dalam saku depan jaket jeans, dengan kancing tidak tertutup semua.
Asap pertama Aku hembuskan panjang. Aku bertaruh, semua hidung akan mencium bau
asap rokok dari mulutku. Mahasiswi yang menggunakan masker tak akan bisa
menghindari bau khas rokok masuk ke dalam paru-paru.
“Kasian
cantik-cantik harus menghirup asap kendaraan dan racun dari rokok, hehehe”
kekeh dalam hati.
Setan
dalam hati ikut berucap “toh gak ada larangan merokok men, ini
tempat umum. So, peduli amat.”
Dengan
mantap, tiap inchi aku hisap dalam-dalam, tanpa peduli orang disekitar.
Walaupun dengan sinis, cewek berbaju hijau menghapus asap yang terbang ke muka
dengan tangan sebagai tanda keberatan tak pernah ku pedulikan.
“Mungkin
dia berfikir, cakep-cakep kok ngrokok” pikirku dalam angan-angan. Bahkan Aku
berpendapat, merokok dapat meningkatkan kegantengan lima belas persen.
“Hahahahaha”
spontan Aku tertawa. Ternyata tawaku menarik perhatian semua orang. Lantas
semua orang disekitar menatap aneh, mungkin semua gadis berpikiran, cakep-cakep
tapi sakit jiwa.
“Sial,
tawa barusan menurunkan kegantenganku sampai minus seratus persen.” kataku
pelan.
Heh,
tapi ada yang aneh, remaja laki-laki disebelah kanan menatap tajam sedari tadi.
Dibalik rambut yang acak-acakan, sorot mata masih terlihat buas. Bagai singa
yang sudah seminggu tidak ketemu betina.
Sumpah,
tatapan dari remaja itu tidak mengenakan, “mungkin dia menginginkan rokokku”
begitulah yang Aku pikirkan.
Tapi,
tatapan remaja itu semakin membunuh. Hey, apa jangan-jangan dia homo. Tertarik
dengan tubuh atletisku, hasil seminggu sekali datang ke tempat gym. Tatapan
remaja tersebut, persis seperti tatapan yang Aku gunakan untuk menaklukan
cewek-cewek dikampus swasta itu.
Lama-lama
tak tahan, terpikir mencoba menawarkan rokok. Dengan sopan, tangan kanan
menyodorkan bungkus rokok yang masih terlihat penuh didalamnya.
“Rokok
dik?” tawarku.
Gelengan
kepala pelan menjawab tawaranku, disertai tatapan mata sudah beralih ke sisi
lain. Seolah ada sesuatu yang menarik dari arah pandang mata. Aku coba ikuti
arah yang dia tatap, tapi hanya lalu lalang kendaraan.
“Beno” lanjut
kataku memperkenalkan diri, diikuti tangan kanan mencoba bersalaman.
“Andi”
kata yang keluar dari mulutnya, tanpa mau bersalaman.
Mungkin
dia sedang gak mau diganggu, begitulah yang Aku pikirkan. Ipod dengan lagu
pilihan, Aku keluarkan dari tas. Ketika lagu daylight milik maroon 5 sudah
dilirik akhir, tiba-tiba Andi bertanya tanpa menatapku.
“Mau
kemana bang?” pertanyaan dari Andi.
“Salatiga,
Andi sendiri mau kemana?” kataku.
“Pulang
bang” jawab singkat.
“Kemana?”
tanyaku lagi, sambil berpikir, kecil-kecil jawabnya ketus.
Dia hanya
menjawab dengan senyuman. Sumpah, buat Aku, ini orang sangat nyebelin. Lebih
menyebalkan dibandingkan Mr. Tobi, yang pagi tadi dikelas melempar spidol ke
muka gantengku. Gara-gara selama kuliah berlangsung, Aku ngobrol dengan Susan.
Siapa
sih yang tidak tertarik dengan Susan, cantik, ceria dan kaya raya. Tapi,
sepertinya sedikit perlu waktu untuk menaklukan. Jangan sampai Aku dijadikan
boneka Susan seperti di acara televisi.
Ups,
pikiranku jadi ngelantur kemana-mana. Melupakan remaja yang sedang kudekati.
Eit, Aku dekati sekedar ramah tamah saja, tidak lebih, tolong diingat. Capek
dan tidak mau ditatap dengan sorot mata yang menaklukkan.
“Ngomong-ngomong
sendirian aja nih?” tanyaku lagi.
“Dengan
teman-teman bang, tapi mereka sudah kembali ke rumah masing-masing” jawab
remaja tersebut. Kali ini dengan jawaban yang tidak ketus lagi, mungkin dia
sadar dalam hati Aku kesal dengan jawaban yang diberikan.
Dari
postur tubuhnya, Aku menebak usia Andi dua belas sampai lima belas tahun. Jersey
salah satu klub sepakbola kebanggaan kota besar di Jawa Timur yang membungkus
tubuh kurusnya, serta celana pendek hitam dan sandal jepit lusuh yang dipakai.
Kaus yang dikenakan nampak kotor, seperti berhari-hari tanpa dicuci.
Lama Aku
mengamati tubuhnya, berbeda jauh dengan Susan yang berkulit putih mulus. Kulit
Andi terlihat hitam kering, seperti berbulan-bulan tidak memakai lotion.
Samar tercium bau kecut, menandakan akhir-akhir ini, air tak membasahi tubuh.
Lagi-lagi berbeda dengan aroma tubuh Susan yang menggambarkan parfum wanita
kelas atas.
Koreng
di telapak kaki kiri, terlihat mengeluarkan nanah. Semua yang ada didalam perut
seperti gunung merapi akan meletus. Ku coba tahan agar tidak muntah. Tahu
sendiri dong, tawa tadi yang keluar spontan sudah menurunkan level kegantenganku,
jangan sampai muntahan membuat diriku kehilangan pesona.
Dari
cerita yang diberikan, ternyata Andi baru pulang dari salah satu kota besar di
Jawa bagian barat, untuk mendukung klub sepakbola kebanggaan kotanya.
Diketahui, Andi dan rombongan berangkat menumpang kereta api melalui jalur
utara dan turun di Stasiun Kejaksan, Kota Cirebon. Sedangkan rombongan lain
melalui jalur selatan pulau jawa.
Perjalanan
dari Kota Cirebon ke stadion yang menggelar pertandingan masih berjarak puluhan
kilometer, tiga jam ditempuh menggunakan truk yang sengaja dihentikan ditengah
jalan. Rombongan yang terdiri dari ratusan orang, secara berkala menaiki truk
dan segala kendaraan bak terbuka yang melintas.
Sore itu
pertandingan berjalan panas, keputusan wasit dianggap menguntungkan salah satu
kesebelasan. Terjadi beberapa insiden melibatkan pemain yang membuat
pertandingan dihentikan. Dengan kecewa,
Andi dan rombongan harus puas dengan hasil akhir berimbang, 1 : 1.
Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan atas dampak kejadian didalam stadion,
semua supporter diwajibkan pulang malam itu juga, menggunakan beberapa kereta
api yang melintasi jalur selatan. Perjalanan dari stadion sampai ke stasiun
kota dikawal ketat oleh pihak kepolisian.
Andi dan
rombongan dari rayon bunga terbang mendapat kereta ke tiga, yang akan berangkat
jam 00:30. Diingatkan oleh beberapa sesepuh supporter, bahwa perjalanan melalui
jalur selatan rawan bentrokan. Mengingat ketika rombongan berangkat, terjadi
beberapa insiden diperjalanan.
Kewaspadaan
diingatkan berulang kali, terlebih ketika kereta berhenti dibeberapa stasiun.
Karena kereta api yang Andi naiki bersama rombongan, sebenarnya membawa
penumpang umum dan kebetulan diminta mengangkut para supporter
digerbong-gerbong yang masih kosong.
Suasana
malam itu berbeda jauh dibandingkan keberangkatan, lampu dalam gerbong
dimatikan. Tak ada nyanyian lagu kebesaran klub maupun canda tawa. Semua nampak
siaga, seolah tahu akan ada peristiwa besar yang menanti. Diraut wajah,
samar-samar terlihat nampak tegang, hanya ketua rombongan dan beberapa orang
pilihan duduk diatas kursi mengawasi sekitar. Sedangkan yang lain, duduk
didasar gerbong dan menjauhi jendela.
Ternyata
benar, apa yang dikhawatirkan terjadi. Sepanjang perjalanan sampai kota gudeg,
berkali-kali gerbong yang dinaiki mendapat sambutan batu sebesar kepalan orang
dewasa. Beberapa kaca gerbong pecah dan beberapa supporter luka memar terkena
lemparan batu.
Lebih
menyedihkan, digerbong penumpang umum, seorang ibu muda keningnya robek sekitar
12 cm, dengan darah yang terus keluar dan pertolongan seadanya. Sesampai di stasiun
tugu, ibu muda tersebut dilarikan kerumah sakit.
Menurut
Andi, perjalanan berikutnya lebih menegangkan. Tak kurang dari lima menit
sekali, lemparan batu terus berlangsung. Entah dilakukan oleh siapa, kebencian
nampaknya sudah menjadi penyakit tersendiri bagi suporter sejati di tanah air.
Membela nama besar klub, seakan melegalkan seseorang menyakiti supporter lain.
Setelah
perjalanan sekian lama, akhirnya kereta api berhenti disalah satu stasiun untuk
menurunkan penumpang umum. Awalnya semua nampak terkendali, lemparan batu dan
balok kayu tidak terjadi distasiun ini. Tapi semua rombongan masih diminta
bersembunyi dilantai gerbong. Sesekali ketua mengawasi keadaan sekitar.
“B*ngs*t..!!!!!”
teriak ketua rombongan di sertai tendagan ke arah pintu gerbong. Terdengar
erangan seseorang dengan tubuh kesakitan. Tak lama kemudian, semua menjadi
ramai oleh teriakan dan caci makian. Rombongan Andi mempersenjatai diri dengan
beberapa batu yang sebelumnya dilempar masuk ke gerbong sepanjang perjalanan.
Saat
batu mulai habis, beberapa teman Andi mengambil bangku gerbong kereta digunakan
sebagai tameng. Batu, balok dan kayu berulang kali harus berbenturan dengan
tubuh supporter. Jumlah yang tidak berimbang membuat pertahanan Andi dan
rombongan sia-sia.
Beberapa
meneriakan untuk segera keluar dari gerbong, ketua rombongan memerintahkan
supporter dibagian belakang segera keluar, salah satunya Andi. Bukan pintu yang
menjadi jalan keluar, karena tiap pintu sudah dipenuhi penyerang yang berusaha
masuk kedalam gerbong. Andi mengikuti beberapa teman keluar melalui jendela
yang kacanya pecah. Telapak tangan dan kaki yang menjadi pijakan terkena
pecahan kaca sudah tidak mempedulikan lagi. Ujung kaca yang runcing masih
menancap dibeberapa jendela.
Telapak
tangan Andi berdarah, beling menancap dalam dikulit. Sempat berkali-kali
terjatuh dalam pelarian, kereta yang melintas tidak menghiraukan Andi dan
rombongan untuk lari sejauh mungkin. Diantara rombongan, memang Andi termasuk
yang muda. Tubuhnya tentu tidak sekuat orang dewasa. Beberapa teman serombongan
Andi sudah lari begitu jauh, rasa lelah membuat kedua kaki seakan tidak mau
digerakan.
Salah
satu lemparan bambu panjang berhasil menjatuhkan tubuh Andi. Beberapa teman
serombongan berhenti, meneriakan agar Andi segera bangkit dan berlari. Ketua
rombongan dengan cekatan kembali ke tempat Andi jatuh, dia menghalau segala
serangan yang datang. Melindungi tubuh Andi dan segera berlari, tapi ternyata
kaki kirinya terkilir. Semakin cepat berlari, semakin sakit yang dirasakan.
Ketua
rombongan menjadi bulan-bulanan penyerang, dengan gerakan yang tidak beraturan,
mencoba melindungi tubuhnya. Andi masih terdiam menatap apa yang terjadi
terhadap ketua rombongan, yang selama ini disegani dikalangan suporter. Tubuh
ketua rombongan akhirnya roboh, jatuh di jalan masuk sebuah kampung.
Tanpa
disadari, didepan Andi sudah ada salah satu penyerang membawa batako. Mata Andi
mengikuti kedua tangan penyerang yang diangkat ke atas, dengan sebuah batako
masih dipegang. Wajah Andi mendongkak ke atas, menatap kosong batako berukuran
20 x 40 cm.
“Braakkkk!!!!!!!!”
suara batako mengenai kepala Andi.
Seketika
darah segar keluar, membasahi wajah dan baju. Kaus yang dikenakan Andi berubah
menjadi merah segar. Beberapa orang menyerang dengan tangan kosong dan
tendangan bertubi-tubi. Dengan sempoyongan Andi mencoba bangkit, tapi seseorang
menusukkan pecahan botol tepat didada sebelah kiri.
“Peepppppppppp………”
suara klakson bus patas jurusan Semarang sudah tiba ketika Andi bercerita.
“Maaf
dik, Aku harus segera pergi, hati-hati dijalan. Jangan sampai ketemu penyerang
itu lagi” pesanku kepada Andi dengan penuh iba.
“Kalo
mau pulang ke kotamu, jangan menunggu bus disini, tapi diseberang jalan sana,
yang mengarah ke timur” lanjut pesanku dan meletakan selembar seratus ribu
ditangannya.
Sengaja Aku
mengambil kursi disisi kiri, agar bisa melambaikan tangan ke supporter sejati
bernama Andi. Dari balik kaca bus, Aku tersenyum kepada Andi dan melambaikan
tangan, tapi pandangannya ke bawah. Menatap lantai yang retak, persis ketika
pertama berjumpa tadi.
Saat bus
mulai jalan, Aku masih menatap Andi. Apa yang terjadi berubah 180 derajat
dibandingkan ketika sebelum naik bus, pelan-pelan Andi mengangkat wajahnya, tiba-tiba
darah keluar dari rambut, mengalir kebawah membasahi muka. Bahkan darah segar
menetes membasahi jersey yang dikenakan, botol kaca bekas minuman soda terlihat
menancap di dada sebelah kiri, perlahan masih mengeluarkan darah.
“Semoga
cepat pulang ketempat yang kamu tuju” doaku kepada Andi.
0 comments:
Post a Comment