Adakalanya
seorang manusia memiliki harta yang melimpah, namun adakalanya tidak memiliki
uang sama sekali. Uang seperti datang dan pergi, hanya melewati tangan dan
habis dalam kebutuhan. Uang dikejar, dipuja dan menjadi primadona di dunia.
Kerja merupakan
modal utama untuk memperoleh uang, sedangkan usaha yang sungguh-sungguh adalah
kunci dari jalan menaikan hasil yang lebih tinggi. Banyaknya harta yang
diperoleh mampu memenuhi segala kebutuhan duniawi, bahkan menimbun harta untuk
mendapatkan status salah satu orang terkaya di dunia.
Seorang manusia
begitu mudahnya mendapatkan uang, waktunya dihargai jutaan rupiah, atau bahkan
milyaran ratusan juta. Ketika seorang penyanyi kelas atas naik panggung, tiap
lagu akan dihargai dengan uang yang tidak sedikit. Seorang motivator akan
memberikan gagasannya dalam hitungan menit dengan imbalan yang tidak murah.
Begitu juga dengan seorang penceramah yang muncul ditelevisi, akan mendapatkan
kontrak yang ‘wah’.
Dilain sisi, ada
orang yang bekerja siang sampai malam hanya untuk bertahan hidup. Uang yang
dihasilkan 15 jam per hari selama 7 hari dalam seminggu, hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, paling pokok adalah untuk membeli makanan. Bukan
makanan yang mewah, tapi makanan kelas bawah dengan fungsi utama adalah
mengenyangkan. Cita rasa hanya menjadi impian, karena perut-perut keluarga
lebih penting dipenuhi daripada membeli makanan bergizi maupun enak. Jangankan
untuk menabung, menyewa rumah bedeng saja masih terus menunggak tiap bulan.
Allah Swt
berfirman:
“Allah
melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan
Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
sesuatu.” (QS. Al Ankabuut: 62).
Ada dua perbedaan
terkait kehidupan keturunan nabi Adam. Disatu sisi dengan mudah dapat
memperoleh uang tanpa banyak pengorbanan, namun disisi lain pengorbanan yang
banyak, hanya mendapatkan hasil yang minim.
Penyebab yang
menghalangi datangnya rizki adalah maksiat. Masih banyak maksiat yang
dikerjakan akan mengahalangi datangnya rizki, meskipun anak Adam sudah bekerja
dengan keras, tapi hasilnya jauh berbeda dengan yang diharapkan.
Rasulullah Saw
bersabda:
“Sesungguhnya
seorang hamba itu terhalang rizkinya disebabkan oleh dosa yang dilakukannya.” (HR. Ahmad).
Seseorang yang
bertaqwa kepada Allah akan mampu mendatangkan rizki, sebaliknya meninggalkan
taqwa bisa mendatangkan kemiskinan. Tidak ada yang dapat mendatangkan rizki
seperti dengan meninggalkan maksiat.
Allah Swt
berfirman:
“…Demikianlah
diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menggandakan baginya
jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath
Thalaaq: 2-3).
Sesuai dengan
janji Allah, siapa yang bertakwa maka akan diberikan rizki tanpa diduga
asalnya. Ketaqwaan menjadi penilaian didepan Allah, akan tetapi manusia tidak
boleh menghitung-hitung tiap ibadah yang dilakukan demi memperoleh ketaqwaan.
Siapa sangka dengan menghitung-hitung tiap ibadah yang dilakukan bisa
mengurangi keikhlasan yang berdampak pada catatan amal.
Syarat ketaqwaan
itu sendiri adalah tindakan yang dilakukan dengan keikhlasan, tanpa ada rasa
paksakan atau mengharapkan pamrih di dunia. Tanpa manusia mengharapkan, secara
otomatis Allah akan membalas sesuai dengan ibadah yang dilakukan.
Salah satu
maksiat yang menghalangi rizki, mungkin bukan yang dilakukan dalam waktu dekat
ini, tetapi merupakan salah satu maksiat yang dilakukan dimasa lalu. Taubat merupakan
kunci utama untuk kembali bersih dan kembali ke jalan Allah untuk memperoleh
kesuksesan dunia dan akhirat. Memperbanyak istiqfar juga dianjurkan untuk
mengurangi dosa-dosa yang pernah dilakukan, baik yang disengaja maupun tidak.
Allah Swt
berfirman:
“Maka segeralah
kembali kepada (menta’ati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan
yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. Adz Dzaariyaat: 58).
Bekerja dengan
ikhlas juga menjadi salah satu kunci datangnya rizki. Setiap pekerjaan yang
dilakukan akan lebih baik dengan niat yang tulus untuk beribadah, bukan karena
melihat nominal materi yang akan diperoleh. Dimasa sekarang banyak orang
bekerja dengan sungguh-sungguh apabila materi yang akan didapatkan banyak.
Sebaliknya apabila materi yang didapatkan sedikit, akan bekerja asal-asalan.
Setelah seseorang
bertobat karena kesalahannya dimasa kini maupun masa lalu, maka harus bekerja keras
dengan niat yang ikhlas. Bekerja keras juga harus disertai dengan doa, karena
segala sesuatu datangnya dari Allah. Setelah apa yang dilakukan dengan baik,
seseorang harus mempasrahkan kehendak Allah, apa yang terbaik untuk dirinya.
Allah Swt
berfirman:
“Sesungguhnya
Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz
Dzaariyaat: 58).
Banyak sedikitnya
rizki yang diperoleh harus disertai syukur dan zakat maupun sedekah. Rizki yang
masih sedikit mungkin hanya pendapat pribadi, karena kurangnya rasa syukur
kepada Allah. Rizki yang sudah diberikan akan dirasa selalu kurang dan tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
0 comments:
Post a Comment