Her
6:30
Mesin
sepeda motor merek Honda berkapasitas 160cc dinyalakan, kebiasaan rutin sebelum berangkat kerja selama 2 menit. Langit nampak cerah, berbeda dengan hari-hari sebelumnya
berselimutkan mendung. Dengan lap kain bersih menjadi alat untuk memoles bodi
sepeda motor yang Desember tahun lalu merupakan angsuran terakhir.
Gaji
pertama menjadi uang muka untuk mengambil sepeda motor ini. Jasanya sudah
banyak, membawa kebeberapa tempat yang ingin Aku kunjungi, terlebih menjadi
kendaraan andalan mengantarkan Susanti, mantan pacarku. Sepeda motor ini pula
yang mengantarkan Aku untuk memohon restu ke ayahanda Susanti.
“Sebelum
berangkat habisin dulu tehnya mas” kata Susanti, yang tiba-tiba muncul
menggendong buah hati berumur tiga bulan. Aroma khas bayi begitu semerbak
dipagi ini, mengalahkan asap knalpot yang sedari tadi keluar.
Aroma
khas bayi ini mengingatkan Aku waktu di kantor, pekerjaan yang menumpuk ingin
segera ku selesaikan, agar lebih cepat sampai dirumah. Tentunya untuk
menggendong Kayla, putri pertama Kami.
Kebahagiaan
rumah tangga Kami begitu lengkap setelah kelahiran si kecil. Tangisnya ditengah
malam menjadi hiburan tersendiri. Terlebih kehadiran si kecil membuat hubungan
Kami semakin mesra, saling bahu-membahu mengurus buah hati setiap harinya.
“Dadah
Papa, jangan pulang malam-malam ya, Adek kangen….” kata Istriku,
seolah-olah mewakili perkataan Kayla.
Kucium
kening dan pipi Kayla sebelum menaiki roda dua yang sedari tadi sudah siap
mengantar ke kantor. Tidak lupa, lupa Istri tercinta mencium tanganku saat
bersalaman.
“Hati-hati
dijalan pa..” kata Susanti setelah melepaskan keningnya dari kepalaku.
Senyum
dengan gigi putih menjadi jawaban yang Aku berikan. Jarak rumah sampai kantor
tempat bekerja sekitar tiga puluh kilometer. Biasanya ditempuh dengan dua puluh
lima menit perjalanan roda dua.
Semangat
bekerja terlihat jelas dibeberapa orang yang memacu kendaraan dengan kecepatan
tinggi. Jalanan menjadi lebih semrawut, belum lagi para pelajar berangkat
sekolah di waktu yang sama dengan para pencari nafkah. Andai tidak hati-hati,
kecelakaan yang akan terjadi.
“Braakkkkkkk….”
Suara benturan kaca spion mengagetkanku. Segera membuat diriku tersadar dari
lamunan tentang menggendong Kayla. Tanpa memberi peringatan, seseorang menyalip
melalui jalur kiri dan menyerempet kaca spionku. Alhamdulillah, kejadian
tersebut tidak membuat jatuh.
Orang
tersebut pergi berlalu saja tanpa mengucap maaf, sempat ingin mengejar, tidak
terima dengan kejadian tersebut. Tapi, pesan Istriku selalu untuk bersabar,
mengurungkan niat. Mungkin kehadiran Kayla membuatku lebih bersabar, berbeda
dengan sebelum menikah dulu. Kewaspadaan Aku tingkatkan, agar sampai dengan
selamat dikantor.
Jam
ditangan kiri menunjukan 06.50, masih ada sepuluh menit untuk tidak terlambat
di kantor. Penuh kehati-hatian Aku jalankan sepeda motor dengan kecepatan 60
km/jam. Mungkin seperti pesan di pintu belakang bak truk tempo hari “biar
lambat asal selamat.
Sesampai
ditempat parkir, Joni menyambutku dengan sebungkus rokok ditangan. Joni yang
memiliki nama asli Junaedi, mempunyai kebiasaan merokok terlebih dahulu sebelum
menyentuhkan jari ke mesin absen.
Masih
ada waktu pikirku untuk menyalakan sebatang rokok putih, dengan obrolan kelas
karyawan, mulut Joni penuh asap mengepul.
“Billy,
semalem Barca menang gak?” tanya Joni.
“Mana
Gue tahu, Loe kan tahu ndiri, mana mungkin nonton klub Catalan bertanding”
kataku.
Pertanyaan
Joni terasa sedikit aneh, selama ini dia tahu, hanya Liga Inggris saja yang Aku
tonton.
“Sarap
Loe ya.. dibayarpun Gue gak bakalan mau nonton bola selain Liga Inggris, dari pada
ngomongin yang gak penting, yuk masuk” melanjutkan jawabanku.
Sejak
kelahiran Kayla tentu Aku tidak mau terlambat lagi, walaupun hanya terjadi
sebulan sekali. Andai terlambat, harus bersiap gaji dipotong sebesar lima
persen. Kebutuhan keluarga semakin meningkat, potongan gaji akan memberatkan
keuangan.
Sejak
selesai kuliah sampai menerima pekerjaan di perusahaan percetakan dan
advertising, gaji yang Aku terima hanya mengalami kenaikan sebanyak dua kali,
itu pun hanya naik dua persen.
Kehadiran
Kayla membuat Aku semakin berhemat, jatah rokok sehari satu bungkus pun
berkurang menjadi seminggu. Dapat dipastikan tiap pagi Joni akan selalu
menawarkan rokoknya. Seakan dia tahu kebutuhan rumah tanggaku terus membengkak.
Harga
popok dan susu bayi tergolong mahal untuk karyawan dengan gaji UMR plus tunjangan
yang tidak seberapa. Kayla memerlukan susu tambahan, ASI dari Istriku tidak
lancar. Sebagai Ayah yang baik, Aku akan memberikan yang terbaik untuk
keperluan Kayla.
Komputer
Pentium 4 mulai Aku nyalakan, layar monitor yang berkedip-kedip ketika dinyalakan
menandakan usia alat elektronik segera diistirahatkan. Berkali-kali Aku
mengajukan peralatan terbaru untuk menunjang kerja, tapi dengan berbagai alasan
selalu menggagalkan pengajuanku.
Sudah
satu setengah jam mataku memandang layar monitor, mendesain tampilan iklan
sesuai keinginan klien baru. Hasil presentasi didepan klien minggu kemarin, dirasa
masih belum memuaskan. Berdampak pada gagalnya perusahaan mendapatkan
pengerjaan iklan dengan dana yang besar. Lelang tersebut dimenangkan oleh jasa
periklanan lain, Adeka Adv yang akhir-akhir ini namanya mulai dikenal
masyarakat.
Padahal
menurutku materi Kami lebih baik, Aku mengerjakan materi tersebut selama
berminggu-minggu, dengan meminta pertimbangan dari beberapa rekan. Wajah Pak
Danu selaku Manajer juga tampak seram, seolah ingin membakar diriku
hidup-hidup, atas hilangnya kesempatan emas yang seharusnya didapatkan.
Mungkin
menurut Pak Danu, materi yang Aku buat sudah membuat malu perusahaan. Sebagai
perusahaan yang sudah lama berdiri, dikalahkan oleh Adeka Adv yang belum genap
setahun terjun di jasa periklanan. Komentar dari salah satu karyawan Adeka Adv
sebelum meninggalkan ruang meeting di Grand Pasifik Hotel juga membuat
Pak Danu murka terhadapku. Dengan jelas terdengar salah satu staf mengucapkan
“disekolahin lagi tuh karyawan, anak gue yang SD aja bisa bikin yang lebih
bagus dari itu.”
Karena
kejadian tersebut, dalam beberapa hari ini membuat beban kerjaku semakin
meningkat. Rasa gagal membuat Aku berusaha membuat hasil terbaik yang bisa
diterima klien.
Hanya
dukungan Istri dan wajah lugu Kayla yang menenangkanku. Beberapa saat wajah
Kayla muncul dilamunan, tanpa Aku sadari, sudah berkali-kali telepon dimeja
kerja berbunyi.
“Woi,
Gendut!! Telepon tu angkat” perintah Joni disertai gedoran dari kubikel sebelah
kiri.
Terkadang
Joni memang masih memanggilku Gendut, padahal sejak usia tujuh bulan kehamilan
Susanti, berat badanku terus menurun. Bahkan sekarang sudah mencapai berat enam
puluh lima kilogram. Berbeda jauh dengan awal pernikahan dulu yang pernah
menyentuh angka delapan puluh kilogram.
Ketika
tangan akan meraih gagang telepon, ternyata dering sudah berhenti. Berganti
dimeja Joni yang teleponnya berbunyi, terdengar obrolan sebentar diikuti kepala
Joni muncul di dari atas dinding yang memisahkan ruang kerja.
“Heh
Billy, diminta menghadap Pak Danu
sekarang, sudah ditunggu di ruangan. Mungkin dia akan melihat materi
buat klien yang baru” perintah Joni.
Sebelum
berangkat menuju ruangan Pak Danu, Aku sempatkan untuk menelepon dulu. Meminta
maaf karena tadi tidak segera mengangkat telepon dengan alasan sibuk. Dengan
singkat hanya jawaban perintah untuk segera datang keruangannya.
Dengan
gugup dan keringat dingin, langkah menuju ruangan Pak Danu terasa berat.
Sebelum memutar gagang pintu yang tertulis Manajer, Aku sempatkan menarik nafas
panjang dan menghembuskan pelan-pelan.
Aku
ucapkan salam sebelum melangkah maju menuju kursi dihadapan Pak Danu. Ketika
akan memberikan hasil materi yang sudah
Aku siapkan, Pak Danu menolak dan menyuruh materi tersebut untuk disimpan
kembali.
Pak
Danu menceritakan bagaimana awal mula berdirinya perusahaan yang dirintis sejak
masih muda, hingga sekarang sudah
memiliki karyawan puluhan, bahkan hampir menyentuh angka seratus. Usaha yang
dirintis menjadi sumber penghidupan bagi dirinya dan karyawan lain, termasuk
Aku sendiri.
Setelah
lima belas menit Pak Danu berbicara panjang lebar, Aku bisa menyimpulkan apa
inti dari yang Dia ucapkan. Pertama, kenaikan harga bbm mempengaruhi biaya
produksi. Kedua, pemesan iklan semakin menurun, bahkan tempo hari perusahaan
besar yang akan menggunakan jasa Kami gagal didapatkan. Ketiga, perlu
pengurangan karyawan untuk menstabilkan keuangan perusahaan. Kesimpulan akhir
adalah Aku termasuk karyawan yang diistirahatkan untuk menstabilkan keuangan
perusahaan.
Mendengar
kabar tersebut, jantung berdetak kencang, nafas menjadi berat dan pandangan menjadi
kabur. Selanjutnya yang disampaikan Pak Danu sudah terdengar tidak jelas
ditelinga. Ruangan Manajer selebar 4x6 meter, seakan menyempit meremukan
seluruh tulang.
Tangan
kanan Pak Danu sudah ada di depan mataku, menyampaikan salam terakhir. Dia menuntun
langkahku menuju pintu keluar dari ruangan yang tiap hari Aku lihat selama
empat tahun ini. Sebelum menutup pintu, Pak Danu memegang pundakku.
“Terima
kasih Billy, selama ini sudah bergabung di perusahaan, masa depan Anda masih
panjang” ucapan Pak Danu.
Selama
ini pimpinan yang dikenal alim itu tidak pernah menyebut Anda kepadaku. Padahal
tiap pagi Pak Danu selalu mengucapkan “Bagaimana kabar kamu hari ini?” Tapi detik
ini sebagai pertanda bahwa Aku sudah tidak menjadi bagian lagi dari perusahaan.
Bersambung……
0 comments:
Post a Comment