“Jadilah
dokter yang baik, jangan jadikan harta sebagai tujuanmu. Jika kamu menjadi
dokter yang baik, pasien akan mencarimu dan harta akan menghampirimu dengan
sendirinya.”
Buku karya Rully
Roesli ini menceritakan pengalaman dirinya sebagai seorang dokter ahli ginjal.
Cucu dari Marah Roesli (Alm) yang dikenal sebagai sastrawan pengarang buku Siti
Nurbaya secara gamblang menceritakan pengalaman batin menjadi seorang
dokter ketika harus menentukan pasien mana yang akan mendapatkan bantuan demi
bertahan hidup.
Pria kelahiran
Solo, 23 Juli 1948 dalam Buku Playing God juga menceritakan perjuangan dirinya
ketika menghadapi kenyataan tentang kondisi kesehatan adiknya, Harry Roesli (Alm).
Adik beliau dikenal sebagai salah satu musisi besar di Indonesia yang berasal
dari Bandung.
Buku Playing God
cetak pertama kali pada bulan Januari, di tahun 2012. Buku setabal 200 halaman
dibagi menjadi lima bagian didalamnya. Masing-masing bagian menceritakan
perjalanan karir sebagai dokter hingga sampai puncak menjelang kematian sang
adik.
Bagian pertama
“Menentukan Nasib Orang Lain” diantaranya berisi tentang menangani pasien yang
harus cuci darah secara rutin. Tindakan yang dilakukan dokter belum tentu
diterima oleh keluarga pasien. Terutama ketika menangani pasien yang sudah
dirasakan lebh dekat dengan kematian.
Pada bagian
euthanasikon, menceritakan menghadapi Pak Togar yang berjuang susah payah
mencari uang demi kesembuhan anaknya. Pada awalnya Pak Togar tidak bisa
menerima pendapat Rully Roesly, namun setelah diberi pengarahan tentang kondisi
pasien serta tindakan terbaik yang harus dilakukan akhirnya Pak Togar mau
mengerti arahan dokter ahli ginjal tersebut.
Selain menghadapi
pasien, dalam bab ini juga menceritakan tentang pengalaman menjadi Kepala
Bagian Ilmu Penyakit Dalam di salah satu Fakultas Kedokteran Negeri. Suatu
ketika bersama KPS (Komisi Program Studi) harus menjatuhkan vonis drop out
kepada salah satu mahasiswanya. Mengingat pengorbanan yang sudah banyak
dilakukan demi menjadi seorang Spesialis Penyakit Dalam, dalam diri Rully
Roesli terjadi pertentangan batin tentang tindakan yang harus dilakukan.
Bagian kedua
“Menghakimi Diri Sendiri” memberikan vitamin 4 S, yaitu Sabar, Shalat, Semangat
dan Sehat. Vitamin 4 S ini diambil dari ayat Al-Qur’an diantaranya surat Al
Baqarah, ayat 153 dan surat Al Mukminun, ayat 115. Selain itu juga membahas
tentang fenomena bunuh diri yang kian marak.
Pada bagian ini juga
menceritakan tentang beberapa kejadian
di Indonesia maupun luar negeri. Ambil contoh tentang kisah Dede,
seorang yang memiliki penyakit kutil
pada akhirnya dikenal sebagai manusia pohon. Dengan segala keterbatasan,
Dede juga ditinggal pergi oleh istrinya karena tidak memiliki kesempatan kerja
yang baik.
Bagian ketiga
“Tuhan Bertindak dengan Cara yang Misterius” salah satunya bercerita tentang
pemuda bernama Agus yang menjadi pasien hingga usia 21 tahun. Karena Agus tidak
kuliah, biaya pengobatan yang sebelumnya ditanggung oleh BUMN mengingat ayahnya
bekerja ditempat tersebut maka untuk selanjutnya biaya harus dikeluarkan dari
kantong pribadi.
Dr Rully Roesli
pun berjuang menolong Agus agar tetap mendapatkan bantuan untuk cuci darah.
Menelepon pihak BUMN maupun ketemu dengan pejabat penting di rumah sakit telah
dilakukan. Dalam hati Rully Roesli percaya “inna ma’al ‘usri yusran”
(sesungguhnya beserta kesusahan ada kemudahan). Dengan berbagai macam usaha
yang dilakukan Agus akhirnya mendapatkan pelayanan cuci darah sampai usia 25
tahun.
Bagian keempat “Mengenal
Sosok Seorang Dokter” diantaranya menceritakan tentang dokter adalah
manusia biasa, bukan manusia super, dokter bukan dewa dan bahkan dokter juga
bisa sakit. Selain itu juga menceritakan tentang fenomena dimasyarakat yang
cenderung berobat ke dukun dan pengobatan alternatif.
Pada halaman lain
pada bab empat ini juga menceritakan tentang pengalaman menangani pasien yang
meninggal sewaktu masih menjadi dokter umum. Selama tiga hari Rully Roesli yang
baru saja lulus mengalami kesedihan, murung dan tidak mau makan. Hingga pada
suatu ketika sang Ibu datang untuk menasehati bahwa kematian seseorang tetap
ditangan Tuhan.
Bagian kelima
“Saat Menghadapi Akhir Kehidupan Kita” menceritakan perjalanan hidup sang adik,
Harry Roesli. Pada awalnya sang adik hanya mengeluh sakit punggung dan sesak
nafas. Dari beberapa pemeriksaan awal, masih dalam kesimpulan normal. Tapi
tidak lama setelah itu, gejala awal kambuh kembali yang pada akhirnya membawa
Harry kembali ke rumah sakit.
Pada hari-hari
berikutnya semua masih berjalan stabil, tapi pada tanggal 11 Desember 2004
terjadi serangan jatung ulangan yang membuat tekanan darahnya menurun dan
kondisi terus memburuk.
…Azan ‘Isya baru
saja bergema. Adikku memegang tanganku lagi. “Saatnya sudah tiba. Aku sudah
dijemput. Titip anak-anakku, ya….” Halaman 175.
0 comments:
Post a Comment