Saturday, December 20, 2014

BILANGAN FU dan Seri Bilangan Fu


Ayu Utami adalah penulis jenius penghasil karya “besar” yang menambah kekayaan sastra di Indonesia. Disetiap novel yang telah terbit menggambarkan kecerdasan Ayu Utami mengolah kata dan mengisahkan alur cerita yang tidak mudah ditebak. Setelah selesai membaca akan mengetahui bagaimana novel tersebut terbentuk bukan untuk menjadi karya “biasa”, tetapi menjadi karya yang dihasilkan dari riset yang baik mengenai sejarah, budaya dan pemikiran kritis.
Novel pertama yang terbit adalah Saman (1998), mendapatkan penghargaan novel terbaik Dewan Kesenian Jakarta. Saman telah diterbitkan dalam enam bahasa asing, karena dianggap telah mengembangkan cakrawala sastra Indonesia. Selain itu juga mendapatkan beberapa penghargaan dari berbagai pihak.
Selain Saman dan Larung, Bilangan Fu adalah novel karya Ayu Utami yang tidak kalah menarik, merupakan salah satu novel yang harus dibaca. Novel Bilangan Fu tidak berdiri sendiri, ada beberapa seri Bilangan Fu yang terbit setelahnya. Seri Bilangan Fu yang telah terbit meliputi Manjali dan Cakrabirawa (2010), Lalita (2012) dan Maya (2013). Pembaca dan termasuk saya pribadi selalu menantikan seri Bilangan Fu berikutnya untuk segera terbit.

1.    Bilangan Fu



“..ALAT YANG DIALOGIS datang dari sifat satria dan wigati. Yaitu sifat-sifat yang tidak memegahkan diri.” (Hal. 85)

Cetakan pertama Bilangan Fu terbit bulan Juni, tahun 2008 diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Oleh Ayu Utami menamai nafas novelnya “spiritualisme kritis”. Yaitu, mengangkat wacana spiritual-keagamaan, kebatinan, maupun mistik kedalam kerangka yang menghormatinya. Buku setebal 537 halaman ini dibagi menjadi tiga bagian, meliputi Moderisme, Monoteisme dan Militerisme.
Sampul yang digunakan menggunakan kertas GardaPat 13 Klassica buatan Cartiere del Garda, yaitu perusahaan yang memiliki sertifikat dari organisasi pelestari hutan internasional Forest Stewardship Council. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan bahwa pembuatan kertas tersebut menggunakan bahan-bahan dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.



Bahan sampul yang digunakan sesuai dengan isi cerita dalam Bilangan Fu dimana tokohnya merupakan pecinta alam. Bilangan Fu menceritakan perjalanan Yuda “si iblis”, seorang pemanjat tebing, Parang Jati “si malaikat” yang mempunyai dua belas jari dan Marja “si manusia”, bertubuh kuda teji dan berjiwa matahari.
Petualangan dimulai ketika Parang Jati kembali ke padepokan ayah angkatnya yang bernama Suhubudi. Tidak jauh dari padepokan ada bukit hitam watugunung yang menjadi minat bagi pemanjat tebing untuk menaklukannya. Ternyata watugunung tidak hanya menjadi minat bagi pecinta alam, tetapi menarik perhatian pihak lain untuk menguasai watugunung.
Yuda yang mengalami mimpi buruk dan bisikan-bisikan misterius mencoba memecahkan misteri tersebut. Dengan bantuan Parang Jati, setiap misteri yang akan dipecahkan ternyata muncul berbagai hal yang tidak terduga.
Suhubudi sebagai pemilik pedepokan dan guru kebatinan, membimbing tindakan yang dilakukan Parang Jati dan teman-temannya. Di dalam Padepokan, di wilayah jeron dimana setiap pengunjung tidak diperkenankan bicara, tetapi berkomunikasi menggunakan tulisan.
“Dewa itu tidak pria tidak wanita, tidak berdiri tidak duduk, tidak bangun tidak tidur, melainkan berada di setiap tempat. Dewa itu adalah Semar.” (Hal. 284)

2.    Manjali dan Cakrabirawa




“Jika kebetulan-kebetulan terjadi terlalu banyak dan cocok sama lain, apakah kita tetap percaya bahwa itu adalah serangkaian kebetulan belaka.” – sinkronisasi, (hal. 18)
Seri Bilangan Fu yang terbit pertama adalah Manjali dan Cakrabirawa. Dari sampul depan, terlihat gambar candi yang mirip dengan Candi Sukuh yang ada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Mirip juga dengan bangunan peninggalan suku Maya.
Cetakan pertama terbit bulan Juni, tahun 2010. Novel ini berisi 252 halaman ini dibagi menjadi tiga bagian, sama dengan novel pendahulunya, Bilangan Fu. Bagian tersebut terdiri dari Rahasia, Misteri dan Teka-teki.
Sandi Yuda yang sibuk dengan aktifitasnya, menitipkan pacarnya, Marja kepada Parang Jati. Perjalanan dimulai ketika Parang Jati dan Marja bertemu dengan Jacques Cherer, seorang arkeolog dari Perancis. Tujuan kedatangannya adalah untuk menggali situs purbakala yang berada diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Atas perintah Suhubudi, Parang Jati berangkat ke situs purbakala yang ditemukan di kaki timur Gunung Lawu. Dalam perjalanan menuju situs purbakala terjadi obrolan yang menemukan keterkaitan dengan kejadian lain, begitu juga setelah sampai di lokasi, terjadi banyak kesamaan peristiwa yang terjadi secara kebetulan.
Marja yang terlibat dalam misteri yang sedang dipecahkan oleh Parang Jati. Namun kehadiran Sandi Yuda, membuat kejadian di kaki Gunung Lawu menjadi tidak terkendali. Sandi Yuda yang datang dengan temannya, ternyata mempunyai maksud lain, bukan untuk membantu sahabatnya, Parang Jati.

3.    Lalita



“Setiap kita punya sisi gelap, setiap kita punya bayang-bayang.” Lalita.

Seri Bilangan Fu yang terbit kedua adalah Lalita. Cetakan pertama terbit bulan September, tahun 2012. Berbeda dengan Seri Bilangan Fu sebelumnya, sampul Lalita lebih fokus pada tumbuhan, yang ditujukan untuk mengenang dan menghormati para pelukis botani.
Cerita dari novel setebal 251 halaman ini masih sama dengan sebelumnya, yaitu tentang misteri. Terdiri dari tiga bagian, diantaranya Indigo, Hitam dan Merah. Candi Borobudur menjadi latar cerita dalam novel ini. Sandi Yuda yang bertemu dengan Oscar, seorang direktur Galeri Foto, memperkenalkan Lalita Vistara kepada dirinya. Lalita adalah sosok wanita kelas atas yang penuh misteri.
Tanpa diduga, Yuda terlibat dalam kehidupan Lalita. Dan, pada akhirnya Yuda berusaha ingin mengetahui bukunya yang bersampul kulit warna ungu, buku indigo. Buku tersebut diwariskan dari kakeknya yang berisi manuskrip, catatan, ilustrasi serta diagram yang hampir semuanya konsentris.
Ayu Utami juga memasukan keterkaitan dengan sang penyula, Vlad Dracula.  Seorang penyula yang dikenal sadis telah membantai banyak orang tersebut, dalam novel Lalita diceritakan memiliki keturunan yang terlibat dalam petualangan sepasang kekasih, Yuda dan Marja, serta sahabatnya Parang Jati.
Parang Jati yang selalu tampil dengan penuh ketenangan karena nasihat ayah angkatnya, Suhubudi, berusaha membantu menyelamatkan nyawa sahabatnya. Marja diajak serta dalam perjalanan menuju Candi Borobudur, hal ini dilakukan demi keamanan gadis tersebut.
Sebagai penulis, Ayu Utami menggambarkan Candi Borobudur dengan detail. Membuat pembaca seolah-olah terbawa berada dalam komplek candi tersebut. Dengan cerdik, Ayu Utami memasukan beberapa kejadian nyata kedalam novel Lalita. Alur cerita yang mengalir membuat pembaca merasa menjadi salah satu tokoh dalam novel tersebut.

4.    Maya



“Jika cinta menempuh jalan yang salah, jangan putus asa terhadap cinta.” Maya.

Novel petualangan yang ke-empat berjudul Maya, merupakan novel penghubung antara novel Bilangan Fu, Seri Bilangan Fu dengan novel dwilogi sebelumnya, yaitu Saman dan Larung. Untuk membaca novel ini akan lebih mudah memahami, apabila sudah membaca dwilogi, Saman dan Larung.
Novel yang berisi 249 halaman ini, terbit pertama pada bulan Desember, tahun 2013. Maya dibagi menjadi tiga bagian seperti Seri Bilangan Fu yang lain, diantaranya Kini, Dulu dan Kelak. Sampul dari Maya, sama dengan Lalita yang menampilkan lukisan tumbuhan yang ditujukan untuk menghormati para pelukis botani.



“Modernisme adalah alat untuk memperalat. Takhayul adalah alat untuk diperalat.” (Hal. 186)
Seperti ketika membaca Manjali dan Cakrabirawa, pembaca akan kembali diajak kemasa sebelumnya. Dimana, Yasmin yang berusaha menyelamatkan Saman, gurunya ketika masa sekolah telah diseludupkan keluar negeri. Ketika dirasa kondisi politik di Indonesia sudah aman, Saman berusaha dikembalikan kembali ke tanah air atas bantuan Yasmin dan teman-temannya.
Masalah terjadi saat Saman sudah datang ke Indonesia, yang keberadaanya diketahui oleh pihak lain. Setelah peristiwa tersebut keberadaan Saman tidak diketahui. Dengan bantuan Suhubudi, ayah angkat Parang Jati, Yasmin berusaha menemukan keberadaan Saman.
Justru yang terjadi di Sewugunung, dalam padepokan milik Suhubudi terjadi berbagai peristiwa yang melibatkan Yasmin sebagai tamu yang datang dengan tujuan untuk meminta pertolongan. Parang Jati diminta oleh Suhubudi untuk mengawasi Yasmin dan anaknya, agar keselamatannya terjaga.
Yang menjadi latar cerita adalah Candi Prambanan, salah satu candi yang berada di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Berbagai teka-teki terjawab dalam novel Maya ini, membuat pembaca merasa puas diakhir cerita. Tetapi, pembaca juga akan menjadi tidak sabar menunggu Seri Bilangan Fu berikutnya.


Categories:

0 comments:

Post a Comment