Thursday, December 4, 2014

Sindrom Manusia Setengah Dewa


Rasululloh SAW bersabda “Sesungguhnya tidak ada yang berhak menyiksa dengan api selain Rabb (Tuhan) pemilik api” (HR. Abu Dawud).
Akhir-akhir ini manusia sudah menjadi setengah dewa. Manusia memiliki kekuatan yang mampu memperdaya hukum. Hukum yang semestinya menjadi perlindungan dan keteraturan bermasyarakat mampu dimanfaatkan beberapa pihak sebagai show force. Menampilkan pengaruh seseorang didepan hukum sesuai keinginan pemilik kekuasaan.
Orang menjadi ragu dengan ketegakan hukum. Beberapa kejadian pelanggaran hukum melibatkan oknum yang seharusnya menjadi penegak. Sedikit kata, hukum bisa dipermainkan. Manusia modern mampu mendapatkan segala apa yang diinginkan selama dirinya memiliki uang. Penentu kekuasaan sebagian beralih ke benda bernama uang.

Uang dipuja, dikejar bahkan uang mampu menurunkan derajat seseorang, lebih parah lagi uang mampu memperbudak harga diri. Segalanya butuh uang, memang benar!!.
Namun apakah uang bisa mempunyai kekuatan sebesar itu?? Mengalahkan sang pencipta uang sendiri, makhluk bernama manusia.
Apakah masih ada di dunia ini yang didapatkan tanpa menggunakan uang?? Udara, Air dan Kebebasan.
Udara tidak menjadi gratis apabila seseorang sakit memerlukan bantuan pernafasan.
Air menjadi mahal ketika musim kemarau tiba.
Kebebasan menjadi hilang ketika penguasa berubah otoriter.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Seorang remaja diampuni setelah melakukan tindakan pelanggaran hukum, alasannya simple, remaja tersebut menjadi tulang punggung keluarga dan seorang buruh.
Seorang nenek masuk bui selama beberapa waktu, alasannya simple, mengambil biji coklat yang sudah jatuh dari pohon.
Seorang mati dengan sia-sia ditangan warga setelah kedapatan mencuri rokok, alasannya simple, warga berhak menghakimi.
Apakah ada yang tahu, bagaimana seorang bisa lolos dari jeratan hukum karena latar belakang kehidupan maupun profesi. Sedangkan banyak narapidana lain yang menjadi ayah, kepala rumah tangga serta tulang punggung keluarga, namun juga tidak bisa lolos dari hukum. Andai tidak ada tangan yang menggapai.
Apakah ada yang tahu, mengapa manusia berhak menghilangkan nyawa seseorang, dengan alasan mengadili, menghukum. Manusia telah menjadi setengah dewa, mampu menjadi penentu hidup matinya seseorang. Namun manusia tidak mampu seutuhnya menjadi dewa, karena manusia masih bisa mati dan memiliki dosa.
Andai manusia masih memiliki dosa, tangan berdosa, berlumuran dosa, apakah sudah boleh mengadili seseorang? Nyawa yang menjadi pertaruhan, hidup matinya seorang manusia ditangan manusia berdosa.
Mengapa tidak dipensiunkan dini saja malaikat pencabut nyawa. Dalam tanda kutip, pencabut nyawa bagi mereka yang melakukan kesalahan. Siapa yang berhak mencabut nyawa? Mereka yang hanya ikut-ikutan menghakimi tanpa tahu permasalahan maupun dirugikan.
Nyawa manusia sudah berubah nilainya, nyawa manusia ibarat sapi atau ayam ditangan penjagal atau tukang potong. Bahkan kemajuan jaman, menampilkan mesin pemotong ayam. Dengan otomatis ayam akan terpotong dengan sendirinya, begitu pula dengan nasib sapi.
Bagaimana nasib manusia? Masih sama. Nyawanya juga ditentukan di antara mesin pembunuh. Mesin-mesin yang diciptakan dengan latar belakang penjaga perdamaian, berubah menjadi mesin pembunuh massal.
Siapa yang salah? Pencipta? Pengguna? Pencipta membuat peralatan modern karena tuntutan kemajuan, dan salah satu bukti kehebatan ilmu pengetahuan. Pengguna akan menjalankan mesin-mesin pembunuh massal atas dasar perintah seseorang. Seseorang? Siapakah dia?
Seorang setengah dewa yang mampu menentukan nasib dan hidup matinya manusia.
Andai hak Tuhan sudah terwakili seperti ini, masihkah manusia butuh Tuhan?
Mungkin di masa mendatang, manusia sudah bukan lagi setengah dewa. Manusia mampu berubah menjadi setengah Tuhan, atau mampu berubah menjadi setengah hewan. Mungkin yang terakhir mampu berubah menjadi setengah MANUSIA.
Mau jadi manusia apakah Anda?

Firman Alloh SWT: “Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi” (QS. Al Hijr: 23).
Categories:

0 comments:

Post a Comment