Wednesday, December 31, 2014

Playing “GOD”


“Jadilah dokter yang baik, jangan jadikan harta sebagai tujuanmu. Jika kamu menjadi dokter yang baik, pasien akan mencarimu dan harta akan menghampirimu dengan sendirinya.”

Buku karya Rully Roesli ini menceritakan pengalaman dirinya sebagai seorang dokter ahli ginjal. Cucu dari Marah Roesli (Alm) yang dikenal sebagai sastrawan pengarang buku Siti Nurbaya secara gamblang menceritakan pengalaman batin menjadi seorang dokter ketika harus menentukan pasien mana yang akan mendapatkan bantuan demi bertahan hidup.
Pria kelahiran Solo, 23 Juli 1948 dalam Buku Playing God juga menceritakan perjuangan dirinya ketika menghadapi kenyataan tentang kondisi kesehatan adiknya, Harry Roesli (Alm). Adik beliau dikenal sebagai salah satu musisi besar di Indonesia yang berasal dari Bandung.
Buku Playing God cetak pertama kali pada bulan Januari, di tahun 2012. Buku setabal 200 halaman dibagi menjadi lima bagian didalamnya. Masing-masing bagian menceritakan perjalanan karir sebagai dokter hingga sampai puncak menjelang kematian sang adik.
Bagian pertama “Menentukan Nasib Orang Lain” diantaranya berisi tentang menangani pasien yang harus cuci darah secara rutin. Tindakan yang dilakukan dokter belum tentu diterima oleh keluarga pasien. Terutama ketika menangani pasien yang sudah dirasakan lebh dekat dengan kematian.
Pada bagian euthanasikon, menceritakan menghadapi Pak Togar yang berjuang susah payah mencari uang demi kesembuhan anaknya. Pada awalnya Pak Togar tidak bisa menerima pendapat Rully Roesly, namun setelah diberi pengarahan tentang kondisi pasien serta tindakan terbaik yang harus dilakukan akhirnya Pak Togar mau mengerti arahan dokter ahli ginjal tersebut.
Selain menghadapi pasien, dalam bab ini juga menceritakan tentang pengalaman menjadi Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam di salah satu Fakultas Kedokteran Negeri. Suatu ketika bersama KPS (Komisi Program Studi) harus menjatuhkan vonis drop out kepada salah satu mahasiswanya. Mengingat pengorbanan yang sudah banyak dilakukan demi menjadi seorang Spesialis Penyakit Dalam, dalam diri Rully Roesli terjadi pertentangan batin tentang tindakan yang harus dilakukan.
Bagian kedua “Menghakimi Diri Sendiri” memberikan vitamin 4 S, yaitu Sabar, Shalat, Semangat dan Sehat. Vitamin 4 S ini diambil dari ayat Al-Qur’an diantaranya surat Al Baqarah, ayat 153 dan surat Al Mukminun, ayat 115. Selain itu juga membahas tentang fenomena bunuh diri yang kian marak.
Pada bagian ini juga menceritakan tentang beberapa kejadian  di Indonesia maupun luar negeri. Ambil contoh tentang kisah Dede, seorang yang memiliki penyakit kutil  pada akhirnya dikenal sebagai manusia pohon. Dengan segala keterbatasan, Dede juga ditinggal pergi oleh istrinya karena tidak memiliki kesempatan kerja yang baik.
Bagian ketiga “Tuhan Bertindak dengan Cara yang Misterius” salah satunya bercerita tentang pemuda bernama Agus yang menjadi pasien hingga usia 21 tahun. Karena Agus tidak kuliah, biaya pengobatan yang sebelumnya ditanggung oleh BUMN mengingat ayahnya bekerja ditempat tersebut maka untuk selanjutnya biaya harus dikeluarkan dari kantong pribadi.
Dr Rully Roesli pun berjuang menolong Agus agar tetap mendapatkan bantuan untuk cuci darah. Menelepon pihak BUMN maupun ketemu dengan pejabat penting di rumah sakit telah dilakukan. Dalam hati Rully Roesli percaya “inna ma’al ‘usri yusran” (sesungguhnya beserta kesusahan ada kemudahan). Dengan berbagai macam usaha yang dilakukan Agus akhirnya mendapatkan pelayanan cuci darah sampai usia 25 tahun.
Bagian keempat “Mengenal Sosok Seorang Dokter” diantaranya menceritakan tentang dokter adalah manusia biasa, bukan manusia super, dokter bukan dewa dan bahkan dokter juga bisa sakit. Selain itu juga menceritakan tentang fenomena dimasyarakat yang cenderung berobat ke dukun dan pengobatan alternatif.
Pada halaman lain pada bab empat ini juga menceritakan tentang pengalaman menangani pasien yang meninggal sewaktu masih menjadi dokter umum. Selama tiga hari Rully Roesli yang baru saja lulus mengalami kesedihan, murung dan tidak mau makan. Hingga pada suatu ketika sang Ibu datang untuk menasehati bahwa kematian seseorang tetap ditangan Tuhan.
Bagian kelima “Saat Menghadapi Akhir Kehidupan Kita” menceritakan perjalanan hidup sang adik, Harry Roesli. Pada awalnya sang adik hanya mengeluh sakit punggung dan sesak nafas. Dari beberapa pemeriksaan awal, masih dalam kesimpulan normal. Tapi tidak lama setelah itu, gejala awal kambuh kembali yang pada akhirnya membawa Harry kembali ke rumah sakit.
Pada hari-hari berikutnya semua masih berjalan stabil, tapi pada tanggal 11 Desember 2004 terjadi serangan jatung ulangan yang membuat tekanan darahnya menurun dan kondisi terus memburuk.

…Azan ‘Isya baru saja bergema. Adikku memegang tanganku lagi. “Saatnya sudah tiba. Aku sudah dijemput. Titip anak-anakku, ya….” Halaman 175.


Categories:

0 comments:

Post a Comment