Sunday, December 7, 2014

Football, My Passion


Matahari sudah mulai tergelincir ke arah barat, tengah hari sudah lewat. Jam tangan tag heuer jenis grand carrera menunjukan jarum menit di angka dua. Kaca mata hitam menghalau terik panas kota ini, kian hari makin panas. Asap hitam mengepul keluar dari moncong kendaraan besar melaju ke arah barat. Sesuai jadwal, bus yang ditunggu akan tiba sepuluh menit lagi di halte.
Beberapa penumpang menutup muka dengan masker, terkadang tangan menjadi senjata untuk menghalau debu yang berterbangan. Rata-rata penumpang yang menunggu di halte ini adalah mahasiswi. Disebelah kiri, laki-laki yang berdiri dengan tangan memegang uang itu dapat dipastikan bukan penumpang. Sedangkan disebelah kanan bangku besi yang Aku duduki, seorang remaja laki-laki duduk membungkuk menatap retakan lantai.

Rokok yang dikenal menggunakan koboi dalam salah satu iklannya, Aku ambil sebatang dari bungkus yang disimpan dalam saku depan jaket jeans, dengan kancing tidak tertutup semua. Asap pertama Aku hembuskan panjang. Aku bertaruh, semua hidung akan mencium bau asap rokok dari mulutku. Mahasiswi yang menggunakan masker tak akan bisa menghindari bau khas rokok masuk ke dalam paru-paru.
“Kasian cantik-cantik harus menghirup asap kendaraan dan racun dari rokok, hehehe” kekeh dalam hati.
Setan dalam hati ikut berucap “toh gak ada larangan merokok men, ini tempat umum. So, peduli amat.”
Dengan mantap, tiap inchi aku hisap dalam-dalam, tanpa peduli orang disekitar. Walaupun dengan sinis, cewek berbaju hijau menghapus asap yang terbang ke muka dengan tangan sebagai tanda keberatan tak pernah ku pedulikan.
“Mungkin dia berfikir, cakep-cakep kok ngrokok” pikirku dalam angan-angan. Bahkan Aku berpendapat, merokok dapat meningkatkan kegantengan lima belas persen.
“Hahahahaha” spontan Aku tertawa. Ternyata tawaku menarik perhatian semua orang. Lantas semua orang disekitar menatap aneh, mungkin semua gadis berpikiran, cakep-cakep tapi sakit jiwa.
“Sial, tawa barusan menurunkan kegantenganku sampai minus seratus persen.” kataku pelan.
Heh, tapi ada yang aneh, remaja laki-laki disebelah kanan menatap tajam sedari tadi. Dibalik rambut yang acak-acakan, sorot mata masih terlihat buas. Bagai singa yang sudah seminggu tidak ketemu betina.
Sumpah, tatapan dari remaja itu tidak mengenakan, “mungkin dia menginginkan rokokku” begitulah yang Aku pikirkan.
Tapi, tatapan remaja itu semakin membunuh. Hey, apa jangan-jangan dia homo. Tertarik dengan tubuh atletisku, hasil seminggu sekali datang ke tempat gym. Tatapan remaja tersebut, persis seperti tatapan yang Aku gunakan untuk menaklukan cewek-cewek dikampus swasta itu.
Lama-lama tak tahan, terpikir mencoba menawarkan rokok. Dengan sopan, tangan kanan menyodorkan bungkus rokok yang masih terlihat penuh didalamnya.
“Rokok dik?” tawarku.
Gelengan kepala pelan menjawab tawaranku, disertai tatapan mata sudah beralih ke sisi lain. Seolah ada sesuatu yang menarik dari arah pandang mata. Aku coba ikuti arah yang dia tatap, tapi hanya lalu lalang kendaraan.
“Beno” lanjut kataku memperkenalkan diri, diikuti tangan kanan mencoba bersalaman.
“Andi” kata yang keluar dari mulutnya, tanpa mau bersalaman.
Mungkin dia sedang gak mau diganggu, begitulah yang Aku pikirkan. Ipod dengan lagu pilihan, Aku keluarkan dari tas. Ketika lagu daylight milik maroon 5 sudah dilirik akhir, tiba-tiba Andi bertanya tanpa menatapku.
“Mau kemana bang?” pertanyaan dari Andi.
“Salatiga, Andi sendiri mau kemana?” kataku.
“Pulang bang” jawab singkat.
“Kemana?” tanyaku lagi, sambil berpikir, kecil-kecil jawabnya ketus.
Dia hanya menjawab dengan senyuman. Sumpah, buat Aku, ini orang sangat nyebelin. Lebih menyebalkan dibandingkan Mr. Tobi, yang pagi tadi dikelas melempar spidol ke muka gantengku. Gara-gara selama kuliah berlangsung, Aku ngobrol dengan Susan.
Siapa sih yang tidak tertarik dengan Susan, cantik, ceria dan kaya raya. Tapi, sepertinya sedikit perlu waktu untuk menaklukan. Jangan sampai Aku dijadikan boneka Susan seperti di acara televisi.
Ups, pikiranku jadi ngelantur kemana-mana. Melupakan remaja yang sedang kudekati. Eit, Aku dekati sekedar ramah tamah saja, tidak lebih, tolong diingat. Capek dan tidak mau ditatap dengan sorot mata yang menaklukkan.
“Ngomong-ngomong sendirian aja nih?” tanyaku lagi.
“Dengan teman-teman bang, tapi mereka sudah kembali ke rumah masing-masing” jawab remaja tersebut. Kali ini dengan jawaban yang tidak ketus lagi, mungkin dia sadar dalam hati Aku kesal dengan jawaban yang diberikan.
Dari postur tubuhnya, Aku menebak usia Andi dua belas sampai lima belas tahun. Jersey salah satu klub sepakbola kebanggaan kota besar di Jawa Timur yang membungkus tubuh kurusnya, serta celana pendek hitam dan sandal jepit lusuh yang dipakai. Kaus yang dikenakan nampak kotor, seperti berhari-hari tanpa dicuci.
Lama Aku mengamati tubuhnya, berbeda jauh dengan Susan yang berkulit putih mulus. Kulit Andi terlihat hitam kering, seperti berbulan-bulan tidak memakai lotion. Samar tercium bau kecut, menandakan akhir-akhir ini, air tak membasahi tubuh. Lagi-lagi berbeda dengan aroma tubuh Susan yang menggambarkan parfum wanita kelas atas.
Koreng di telapak kaki kiri, terlihat mengeluarkan nanah. Semua yang ada didalam perut seperti gunung merapi akan meletus. Ku coba tahan agar tidak muntah. Tahu sendiri dong, tawa tadi yang keluar spontan sudah menurunkan level kegantenganku, jangan sampai muntahan membuat diriku kehilangan pesona.
Dari cerita yang diberikan, ternyata Andi baru pulang dari salah satu kota besar di Jawa bagian barat, untuk mendukung klub sepakbola kebanggaan kotanya. Diketahui, Andi dan rombongan berangkat menumpang kereta api melalui jalur utara dan turun di Stasiun Kejaksan, Kota Cirebon. Sedangkan rombongan lain melalui jalur selatan pulau jawa.
Perjalanan dari Kota Cirebon ke stadion yang menggelar pertandingan masih berjarak puluhan kilometer, tiga jam ditempuh menggunakan truk yang sengaja dihentikan ditengah jalan. Rombongan yang terdiri dari ratusan orang, secara berkala menaiki truk dan segala kendaraan bak terbuka yang melintas.
Sore itu pertandingan berjalan panas, keputusan wasit dianggap menguntungkan salah satu kesebelasan. Terjadi beberapa insiden melibatkan pemain yang membuat pertandingan dihentikan. Dengan  kecewa, Andi dan rombongan harus puas dengan hasil akhir berimbang, 1 : 1.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan atas dampak kejadian didalam stadion, semua supporter diwajibkan pulang malam itu juga, menggunakan beberapa kereta api yang melintasi jalur selatan. Perjalanan dari stadion sampai ke stasiun kota dikawal ketat oleh pihak kepolisian.
Andi dan rombongan dari rayon bunga terbang mendapat kereta ke tiga, yang akan berangkat jam 00:30. Diingatkan oleh beberapa sesepuh supporter, bahwa perjalanan melalui jalur selatan rawan bentrokan. Mengingat ketika rombongan berangkat, terjadi beberapa insiden diperjalanan.
Kewaspadaan diingatkan berulang kali, terlebih ketika kereta berhenti dibeberapa stasiun. Karena kereta api yang Andi naiki bersama rombongan, sebenarnya membawa penumpang umum dan kebetulan diminta mengangkut para supporter digerbong-gerbong yang masih kosong.
Suasana malam itu berbeda jauh dibandingkan keberangkatan, lampu dalam gerbong dimatikan. Tak ada nyanyian lagu kebesaran klub maupun canda tawa. Semua nampak siaga, seolah tahu akan ada peristiwa besar yang menanti. Diraut wajah, samar-samar terlihat nampak tegang, hanya ketua rombongan dan beberapa orang pilihan duduk diatas kursi mengawasi sekitar. Sedangkan yang lain, duduk didasar gerbong dan menjauhi jendela.
Ternyata benar, apa yang dikhawatirkan terjadi. Sepanjang perjalanan sampai kota gudeg, berkali-kali gerbong yang dinaiki mendapat sambutan batu sebesar kepalan orang dewasa. Beberapa kaca gerbong pecah dan beberapa supporter luka memar terkena lemparan batu.
Lebih menyedihkan, digerbong penumpang umum, seorang ibu muda keningnya robek sekitar 12 cm, dengan darah yang terus keluar dan pertolongan seadanya. Sesampai di stasiun tugu, ibu muda tersebut dilarikan kerumah sakit.
Menurut Andi, perjalanan berikutnya lebih menegangkan. Tak kurang dari lima menit sekali, lemparan batu terus berlangsung. Entah dilakukan oleh siapa, kebencian nampaknya sudah menjadi penyakit tersendiri bagi suporter sejati di tanah air. Membela nama besar klub, seakan melegalkan seseorang menyakiti supporter lain.
Setelah perjalanan sekian lama, akhirnya kereta api berhenti disalah satu stasiun untuk menurunkan penumpang umum. Awalnya semua nampak terkendali, lemparan batu dan balok kayu tidak terjadi distasiun ini. Tapi semua rombongan masih diminta bersembunyi dilantai gerbong. Sesekali ketua mengawasi keadaan sekitar.
“B*ngs*t..!!!!!” teriak ketua rombongan di sertai tendagan ke arah pintu gerbong. Terdengar erangan seseorang dengan tubuh kesakitan. Tak lama kemudian, semua menjadi ramai oleh teriakan dan caci makian. Rombongan Andi mempersenjatai diri dengan beberapa batu yang sebelumnya dilempar masuk ke gerbong sepanjang perjalanan.
Saat batu mulai habis, beberapa teman Andi mengambil bangku gerbong kereta digunakan sebagai tameng. Batu, balok dan kayu berulang kali harus berbenturan dengan tubuh supporter. Jumlah yang tidak berimbang membuat pertahanan Andi dan rombongan sia-sia.
Beberapa meneriakan untuk segera keluar dari gerbong, ketua rombongan memerintahkan supporter dibagian belakang segera keluar, salah satunya Andi. Bukan pintu yang menjadi jalan keluar, karena tiap pintu sudah dipenuhi penyerang yang berusaha masuk kedalam gerbong. Andi mengikuti beberapa teman keluar melalui jendela yang kacanya pecah. Telapak tangan dan kaki yang menjadi pijakan terkena pecahan kaca sudah tidak mempedulikan lagi. Ujung kaca yang runcing masih menancap dibeberapa jendela.
Telapak tangan Andi berdarah, beling menancap dalam dikulit. Sempat berkali-kali terjatuh dalam pelarian, kereta yang melintas tidak menghiraukan Andi dan rombongan untuk lari sejauh mungkin. Diantara rombongan, memang Andi termasuk yang muda. Tubuhnya tentu tidak sekuat orang dewasa. Beberapa teman serombongan Andi sudah lari begitu jauh, rasa lelah membuat kedua kaki seakan tidak mau digerakan.
Salah satu lemparan bambu panjang berhasil menjatuhkan tubuh Andi. Beberapa teman serombongan berhenti, meneriakan agar Andi segera bangkit dan berlari. Ketua rombongan dengan cekatan kembali ke tempat Andi jatuh, dia menghalau segala serangan yang datang. Melindungi tubuh Andi dan segera berlari, tapi ternyata kaki kirinya terkilir. Semakin cepat berlari, semakin sakit yang dirasakan.
Ketua rombongan menjadi bulan-bulanan penyerang, dengan gerakan yang tidak beraturan, mencoba melindungi tubuhnya. Andi masih terdiam menatap apa yang terjadi terhadap ketua rombongan, yang selama ini disegani dikalangan suporter. Tubuh ketua rombongan akhirnya roboh, jatuh di jalan masuk sebuah kampung.
Tanpa disadari, didepan Andi sudah ada salah satu penyerang membawa batako. Mata Andi mengikuti kedua tangan penyerang yang diangkat ke atas, dengan sebuah batako masih dipegang. Wajah Andi mendongkak ke atas, menatap kosong batako berukuran 20 x 40 cm.
“Braakkkk!!!!!!!!” suara batako mengenai kepala Andi.
Seketika darah segar keluar, membasahi wajah dan baju. Kaus yang dikenakan Andi berubah menjadi merah segar. Beberapa orang menyerang dengan tangan kosong dan tendangan bertubi-tubi. Dengan sempoyongan Andi mencoba bangkit, tapi seseorang menusukkan pecahan botol tepat didada sebelah kiri.
“Peepppppppppp………” suara klakson bus patas jurusan Semarang sudah tiba ketika Andi bercerita.
“Maaf dik, Aku harus segera pergi, hati-hati dijalan. Jangan sampai ketemu penyerang itu lagi” pesanku kepada Andi dengan penuh iba.
“Kalo mau pulang ke kotamu, jangan menunggu bus disini, tapi diseberang jalan sana, yang mengarah ke timur” lanjut pesanku dan meletakan selembar seratus ribu ditangannya.
Sengaja Aku mengambil kursi disisi kiri, agar bisa melambaikan tangan ke supporter sejati bernama Andi. Dari balik kaca bus, Aku tersenyum kepada Andi dan melambaikan tangan, tapi pandangannya ke bawah. Menatap lantai yang retak, persis ketika pertama berjumpa tadi.
Saat bus mulai jalan, Aku masih menatap Andi. Apa yang terjadi berubah 180 derajat dibandingkan ketika sebelum naik bus, pelan-pelan Andi mengangkat wajahnya, tiba-tiba darah keluar dari rambut, mengalir kebawah membasahi muka. Bahkan darah segar menetes membasahi jersey yang dikenakan, botol kaca bekas minuman soda terlihat menancap di dada sebelah kiri, perlahan masih mengeluarkan darah.

“Semoga cepat pulang ketempat yang kamu tuju” doaku kepada Andi.
Categories: ,

0 comments:

Post a Comment